Revolusi Proletariat dan Kautsky si Pengkhianat
V.I. Lenin (1918)
V.I. Lenin (1918)
Bagaimana Kautsky Mengubah Marx Menjadi Seorang Liberal
Persoalan fundamental yang didiskusikan oleh
Kautsky dalam pamfletnya adalah esensi utama dari revolusi proletariat,
yakni kediktatoran proletariat. Ini adalah persoalan yang mempunyai arti
penting terbesar bagi semua negeri, terutama bagi negeri-negeri yang maju,
terutama bagi negeri-negeri yang sedang berperang, dan terutama pada saat ini.
Seseorang bisa berkata tanpa ketakutan untuk melebih-lebihkan bahwa
kediktatoran proletariat merupakan problem kunci dari semua perjuangan kelas
proletar. Oleh karena itu, amat penting untuk memberikan perhatian khusus
terhadap masalah tersebut.
Kautsky merumuskan persoalan ini sebagai berikut:
“Perbedaan antara dua aliran sosialis (yakni kaum Bolshevik dan kaum
non-Bolshevik) adalah perbedaan antara metode-metode yang sangat berbeda: metode
diktatorial dan metode demokratis” (hal. 3).
Marilah kita ingat lagi, bahwa ketika Kautsky
menyebut kaum non-Bolshevik di Rusia (yakni kaum Menshevik dan kaum
Sosialis-Revolusioner) kaum sosialis, ia dibimbing oleh nama mereka,
yakni oleh sebuah kata, dan bukan oleh tempat yang sesungguhnya mereka
tempati di dalam perjuangan antara kaum borjuasi dan kaum proletar. Betapa
indahnya pemahaman dan penerapan Marxisme yang seperti demikian! Tetapi saya
akan menjelaskan lebih jauh tentang ini nanti.
Untuk saat ini, kita harus menghadapi masalah
yang utama, yakni penemuan Kautsky yang terbesar mengenai “perbedaan fundamental”
antara “metode demokratis dan metode diktatorial”. Inilah problem yang
terutama; inilah esensi dari pamflet Kautsky. Dan ini sungguh merupakan
kekacauan teoritis yang begitu buruk, penolakan yang sepenuh-penuhnya terhadap
Marxisme, di mana Kautsky, harus diakui, telah begitu jauh melebihi Bernstein.
Persoalan kediktatoran proletariat adalah
persoalan relasi negara proletariat terhadap negara borjuis, relasi demokrasi
proletariat terhadap demokrasi borjuis. Kita mungkin dapat berpikir bahwa ini
begitu jelas dan mudah. Akan tetapi Kautsky, seperti seorang guru sekolah yang
telah menjadi kering kerontang seperti debu karena mengutip buku-buku teks
sejarah tua yang sama, dengan berkeras-hati memalingkan punggungnya ke abad
ke-20 dan terus menatap ke abad ke-18, dan untuk keseratus kalinya, di dalam
sejumlah paragraf, dengan cara yang sungguh membosankan bermeditasi mengenai
relasi demokrasi borjuis terhadap absolutisme dan medievalisme!
Ini terdengar seperti dia sedang mengigau dalam
tidur!
Akan tetapi, ini artinya ia telah sepenuhnya
gagal memahami masalah ini. Kita tidak bisa tidak tersenyum melihat usaha
Kautsky untuk membuat bahwa tampaknya ada orang-orang yang mengajarkan
“kebencian terhadap demokrasi” (hal. IA) dan sebagainya. Inilah omong kosong yang
digunakan oleh Kautsky untuk mengaburkan dan membuat masalah ini menjadi
kacau-balau, karena ia berbicara seperti kaum liberal, berbicara tentang
demokrasi secara umum, dan bukannya tentang demokrasi borjuis; bahkan
ia menolak menggunakan istilah kelas yang jelas ini, dan sebaliknya ia berusaha
berbicara tentang demokrasi “pra-sosialis”. Pembual ini menghabiskan sepertiga
dari pamfletnya, atau dua puluh halaman dari enam puluh tiga halaman
pamfletnya, untuk omong kosong ini, yang begitu menyejukkan hati kaum borjuasi
karena ini pada akhirnya sama dengan menghiasi demokrasi borjuis, dan
mengaburkan masalah revolusi proletariat.
Namun, bagaimanapun juga, judul dari pamflet
Kautsky adalah “Kediktatoran Proletariat”. Semua orang tahu, bahwa inilah esensi
yang paling mendasar dari doktrin Marx; dan setelah sekian banyak omong kosong
yang tidak relevan Kautsky merasa berkewajiban mengutip kata-kata Marx
tentang kediktatoran proletariat.
Akan tetapi cara bagaimana Kautsky, “sang
Marxis”, mengutip Marx sangatlah konyol! Coba dengar ini:
“Pandangan ini (yang Kautsky sebut “kebencian
terhadap demokrasi”) “bersandar pada sebuah kata tunggal dari Karl Marx.”
Inilah yang Kautsky katakan secara harfiah pada halaman 20. Dan pada halaman
60, hal yang sama diulang kembali, bahkan dalam bentuk bahwa, mereka (kaum
Bolshevik) “secara oportunis mengungkit kembali kata kecil ini” (inilah yang
secara harfiah Kautsky tulis - des Wörtchens!!) “tentang kediktatoran
proletariat yang dipergunakan oleh Marx sekali saja pada tahun 1875 dalam
sebuah surat“.
Inilah sedikit “kata kecil” dari Marx tersebut:
“Di antara masyarakat kapitalis dan komunis ada
sebuah periode transformasi revolusioner dari masyarakat kapitalis ke
masyarakat komunis. Bersamaan dengan ini terdapat juga sebuah periode transisi
politik di mana negara haruslah berupa kediktatoran proletariat yang
revolusioner”
Pertama-tama, untuk menyebut pemikiran Marx
klasik ini, yang menyimpulkan seluruh ajarannya yang revolusioner, sebagai
“sebuah kata tunggal” dan bahkan “sebuah kata kecil” adalah penghinaan dan
penolakan penuh terhadap Marxisme. Kita tidak boleh lupa kalau Kautsky paham
betul tentang Marx, dan menimbang dari semua yang telah dia tulis, dia memiliki
di mejanya, atau di kepalanya, sejumlah laci di mana semua yang pernah ditulis
oleh Marx telah diarsipkan dengan hati-hati supaya dengan mudah dapat digunakan
sebagai kutipan. Kautsky mestinya tahu bahwa baik Marx maupun Engels,
dalam surat-suratnya sebagaimana juga karya-karyanya yang dipublikasikan, berulang
kali berbicara tentang kediktatoran proletariat, sebelum dan terutama
setelah Komune Paris. Kautsky harusnya tahu bahwa formula “kediktatoran
proletariat” adalah formulasi yang lebih konkret secara historis dan lebih
tepat secara ilmiah mengenai tugas-tugas kaum proletariat untuk
“menghancurleburkan” mesin negara borjuis. Inilah yang dinyatakan oleh Marx dan
Engels selama 40 tahun antara 1852 dan 1891 dalam menyimpulkan
pengalaman revolusi 1848, dan terlebih lagi, revolusi 1871.
Kemudian bagaimana menjelaskan distorsi yang
begitu dahsyat terhadap Marxisme yang dibuat oleh Kautsky, sang Marxis formalis
itu? Sehubungan dengan akar filsafat dari fenomena ini, ini adalah substitusi
dialektika dengan eklektisme dan sofisme. Kautsky adalah ahli substitusi
seperti ini. Berangkat dari sudut pandang politik praktis, ini adalah
ketundukan terhadap kaum oportunis, yakni pada analisa terakhir adalah
ketundukan terhadap kaum borjuis. Semenjak pecahnya perang, Kautsky telah
tumbuh pesat dalam seni menjadi seorang Marxis dalam kata-kata dan antek kaum
borjuis dalam perbuatan, hingga ia sekarang telah menjadi ahlinya.
Kita akan merasa bahkan lebih yakin tentang ini
bila kita periksa betapa hebatnya Kautsky dalam “menginterpretasi” “kata kecil”
Marx tentang kediktatoran proletariat. Perhatikan hal berikut ini:
“Sayangnya Marx lalai menunjukkan kepada kita
dengan lebih terperinci tentang bagaimana ia membentuk konsep kediktatoran
ini…(Ini adalah sebuah kalimat yang sungguh-sungguh palsu dari seorang
pengkhianat, karena Marx dan Engels sesungguhnya telah memberikan kepada kita
sejumlah indikasi yang sangat detil, yang mana Kautsky, sang Marxis formalis,
telah dengan sengaja mengabaikannya.) “Secara harfiah, istilah kediktatoran
bermakna penghapusan terhadap demokrasi. Namun tentunya juga secara harfiah
istilah ini juga bermakna kekuasaan absolut dari seorang individu yang tidak
dibatasi oleh satu hukum pun -- sebuah autokrasi yang berbeda dari despotisme
hanya jika kediktatoran ini bukan sebuah lembaga negara yang permanen,
melainkan kebijakan darurat sementara.
“Istilah kediktatoran proletariat, oleh karenanya
bukan kediktatoran dari seorang individu, tetapi kediktatoran kelas yang dalam
dirinya sendiri (ipso facto) menghindari kemungkinan bahwa Marx dalam
hal ini memikirkan kediktatoran secara harfiah.
“Di sini dia tidak berbicara mengenai bentuk
pemerintahan, tetapi mengenai sebuah kondisi yang harus muncul
ketika proletariat telah meraih kekuasaan politik. Bahwa Marx dalam hal ini
tidak berbicara mengenai bentuk pemerintahan terbukti oleh fakta bahwa dia
berpendapat bahwa transisi di Inggris dan Amerika dapat terjadi dengan damai,
yakni dengan cara demokratis.” (hal. 20)
Kita telah dengan sengaja mengutip argumen ini
sepenuhnya sehingga pembaca dapat melihat dengan jelas metode yang dipakai oleh
Kautsky “sang teoretikus”.
Kautsky memilih untuk melakukan pendekatan
terhadap masalah ini dengan memulai mendiskusikan definisi “kata” kediktatoran.
Baiklah. Setiap orang punya hak sakral untuk
menggunakan pendekatan apapun yang dia kehendaki terhadap sebuah masalah. Kita
hanya harus melihat mana pendekatan yang serius dan jujur, dan mana yang tidak
jujur. Setiap orang yang ingin serius dalam melakukan pendekatan terhadap
masalah ini harus memberikan definisinya sendiri tentang “kata”
kediktatoran. Dengan demikian, masalah ini bisa ditelaah dengan sebaik-baiknya.
Namun Kautsky tidak melakukan ini. Dia menulis, “Secara harfiah, kata
kediktatoran bermakna penghapusan demokrasi.”
Pertama-tama, ini bukanlah sebuah definisi. Bila
Kautsky ingin menghindari pemberian definisi tentang konsep kediktatoran,
mengapa dia memilih pendekatan seperti ini?
Kedua, yang dikatakan oleh Kautsky itu jelas
salah. Adalah hal yang alami bagi seorang liberal untuk berbicara mengenai
“demokrasi” secara umum; tetapi seorang Marxis tidak akan pernah lupa bertanya:
“untuk kelas mana?” Setiap orang tahu, misalnya (dan Kautsky “sang sejarawan”
juga tahu), bahwa pemberontakan, atau bahkan gejolak yang besar, di antara para
budak pada zaman kuno dengan segera mengungkapkan bahwa negara zaman kuno
itu pada dasarnya adalah sebuah kediktatoran pemilik budak.
Apakah kediktatoran ini menghapus demokrasi di antara, dan bagi, para pemilik
budak? Semua orang tahu ini tidak.
Kautsky “sang Marxis” membuat pernyataan yang
betul-betul tidak masuk akal dan sama sekali tidak benar ini karena ia “melupakan”
perjuangan kelas…
Agar kita dapat mengubah pernyataan Kautsky yang
liberal dan keliru itu menjadi pernyataan yang betul-betul Marxis dan benar,
maka kita harus berkata: kediktatoran itu tidak selalu berarti penghapusan
terhadap demokrasi bagi kelas yang melaksanakan kediktatoran di atas
kelas-kelas yang lain; akan tetapi ia berarti penghapusan (atau pembatasan
material yang teramat ketat, yang juga merupakan salah satu bentuk penghapusan)
demokrasi bagi kelas yang menjadi objek dari kediktatoran tersebut.
Akan tetapi, sebenar-benarnya pernyataan
ini, tetap saja ini tidak memberikan sebuah definisi untuk kediktatoran.
Marilah kita periksa kalimat Kautsky yang
selanjutnya:
“… Tetapi, tentu saja, bila diambil secara
harfiah, kata itu juga bermakna kediktatoran absolut dari seorang individu yang
tidak dibatasi oleh satu hukum pun….”
Seperti seekor anjing buta yang mengendus ke sana
ke mari, Kautsky secara kebetulan menemukan sebuah ide yang benar (yaitu,
bahwa kediktatoran adalah kekuasaan yang tak terbatas oleh satu hukum pun). Meskipun
demikian, ia gagal untuk memberikan definisi tentang
kediktatoran, dan, terlebih lagi, ia membuat kesalahan besar historis yang
sangat jelas, yakni bahwa kediktatoran berarti kekuasaan dari seorang individu.
Ini bahkan keliru secara tata bahasa, karena kediktatoran bisa juga
dilaksanakan oleh sekelompok orang, atau oleh sebuah oligarki, atau oleh sebuah
kelas dan sebagainya.
Kautsky kemudian menunjukkan perbedaan antara
kediktatoran dan despotisme. Meskipun yang dikatakannya jelas-jelas salah, kita
tidak akan mendiskusikannya karena ini sama sekali tidak relevan untuk masalah
yang kita hadapi. Semua orang tahu kecenderungan Kautsky untuk berpaling dari
abad ke-20 ke abad ke-18, dan dari abad ke-18 ke zaman klasik kuno, dan kita
berharap bahwa kaum proletariat Jerman, setelah mereka telah meraih
kediktatorannya, akan mengingat kecenderungan Kautsky ini dan menunjuknya untuk
menjadi guru sejarah kuno di sebuah sekolah tertentu. Untuk menghindari
definisi kediktatoran proletariat dengan berfilsafat mengenai despotisme adalah
kebodohan yang kasar atau tipu daya yang canggung.
Sebagai akibatnya, kita menemukan bahwa, setelah
berdiskusi tentang kediktatoran, Kautsky mengulang-ulang begitu banyak
kebohongan tetapi tidak memberikan satu definisi pun tentang kediktatoran!
Alih-alih menggunakan kemampuan berpikirnya, dia bisa saja menggunakan
memorinya untuk menarik dari “laci-laci dokumennya” setiap saat Marx berbicara
tentang kediktatoran. Bila saja dia melakukan ini, dia tentu akan tiba pada
definisi berikut ini atau yang serupa dengannya:
Kediktatoran adalah kekuasaan yang didasarkan
langsung atas kekerasan dan tidak dibatasi oleh hukum apapun.
Kediktatoran revolusioner proletariat adalah
kekuasaan yang dimenangkan dan dipelihara dengan penggunaan kekerasan oleh
proletariat dalam melawan kaum borjuasi, kekuasaan yang tidak dibatasi oleh
hukum apa pun.
Kebenaran yang sederhana ini, kebenaran yang
begitu jelas ini bagi setiap buruh yang sadar-kelas (yang mewakili massa
rakyat, dan bukan lapisan atas dari para bajingan borjuis-kecil yang telah
disuap oleh kaum kapitalis, begitulah kaum imperialis-sosial di semua negeri),
kebenaran ini, yang begitu jelas bagi setiap perwakilan dari kelas-kelas
tertindas yang sedang berjuang bagi emansipasinya, kebenaran ini, yang tidak
bisa diganggu gugat bagi setiap Marxis, harus “diperas dengan susah payah” dari
tuan Kautsky yang terpelajar! Bagaimana hal ini dapat dijelaskan? Ini dapat
dijelaskan dengan mudah oleh semangat penghambaan yang memenuhi para pemimpin
Internasional Kedua, yang telah menjadi penjilat kaum borjuasi yang hina
Kautsky pertama-tama menggunakan tipu daya dengan
mengumbar omong kosong bahwa kata kediktatoran, secara harfiah, berarti
kediktatoran dari seorang individu, dan kemudian – dengan menggunakan kekuatan
dari tipu daya ini – dia menyatakan bahwa “oleh karenanya” kata-kata Marx
mengenai kediktatoran sebuah kelas tidak dimaknakan dalam arti
harfiahnya (tetapi di dalam makna di mana kediktatoran tidak berarti kekerasan
revolusioner, tetapi berarti “secara damai” memenangkan mayoritas di bawah
“demokrasi” borjuis).
Kita harus membedakan antara “kondisi” dan
“bentuk pemerintahan”. Sungguh perbedaan yang sangat dalam; ini seperti menggambarkan
perbedaan antara “kondisi” dari kebodohan seseorang yang berpikir bodoh, dan
“bentuk” kebodohannya.
Kautsky merasa perlu mengartikan
kediktatoran sebagai sebuah “kondisi dominasi” (inilah ungkapan harfiah yang
digunakannya di halaman selanjutnya, hal. 21), karena dengan demikian kekerasan
revolusioner, dan revolusi yang penuh dengan kekerasan menghilang.
“Kondisi dominasi” adalah sebuah kondisi di mana setiap mayoritas menemui
dirinya di bawah ... “demokrasi”! Berkat tipu daya seperti ini, revolusi
lenyap dengan mudahnya!
Akan tetapi, penipuan itu begitu kasar dan tidak
akan dapat menyelamatkan Kautsky. Kita tidak dapat menyembunyikan fakta bahwa
kediktatoran mensyaratkan dan bermakna sebuah “kondisi”, sebuah kondisi yang
begitu tidak disetujui oleh para pengkhianat, kondisi kekerasan
revolusioner satu kelas terhadap kelas yang lainnya. Sangatlah konyol
untuk menarik perbedaan antara sebuah “kondisi” dan sebuah “bentuk
pemerintahan”. Untuk berbicara tentang bentuk pemerintahan dalam hal ini adalah
sangat bodoh, karena setiap anak sekolah tahu bahwa monarki dan republik adalah
dua bentuk pemerintahan yang berbeda. Kita harus menjelaskan kepada Tn. Kautsky
bahwa kedua bentuk pemerintahan ini, seperti semua “bentuk
pemerintahan” transisional di bawah kapitalisme, hanyalah variasi-variasi dari negara
borjuis, yakni, variasi-variasi dari kediktatoran borjuis.
Terakhir, berbicara tentang bentuk pemerintahan
bukan hanya sesuatu yang bodoh, tetapi juga pemalsuan yang kasar terhadap
pemikiran Marx, yang jelas-jelas berbicara mengenai bentuk negara dan
bukan bentuk pemerintahan.
Revolusi proletariat tidak mungkin dapat
diwujudkan tanpa penghancuran paksa mesin negara borjuis, dan penggantiannya
dengan negara yang baru yang, seperti yang dikatakan oleh Engels,
“bukan lagi negara dalam makna kata yang sesungguhnya”.
Posisi Kautsky yang berkhianat membuat dirinya
harus memungkiri dan mengaburkan semua ini.
Maka kita lihat tipu muslihat yang
dipergunakannya.
Muslihat yang pertama. “Bahwa Marx dalam hal ini
tidak berbicara mengenai bentuk pemerintahan terbukti oleh fakta bahwa dia
berpendapat bahwa transisi di Inggris dan Amerika dapat terjadi dengan damai,
yakni dengan cara demokratis.”
Bentuk pemerintahan tidak ada
hubungannya sama sekali dengan ini, karena ada monarki-monarki yang merupakan
bentuk negara borjuis yang tidak tipikal, di mana tidak ada klik
militer. Dan ada republik-republik yang cukup tipikal dalam hal ini, misalnya
memiliki klik militer dan birokrasi. Ini adalah fakta historis dan politis yang
diketahui secara universal, dan Kautsky tidak dapat memalsukannya.
Bila Kautsky hendak berargumen dengan cara yang
serius dan jujur, seharusnya ia bertanya pada dirinya sendiri: Apakah ada hukum
sejarah mengenai revolusi yang tidak ada pengecualian? Dan jawabannya: tidak
ada hukum seperti itu. Hukum seperti itu hanya berlaku untuk kasus-kasus
tipikal, yang Marx istilahkan sebagai “yang ideal,” yakni kapitalisme yang
umum, normal, dan tipikal.
Lebih jauh lagi, apakah terdapat sesuatu pada
tahun 1870an yang membuat Inggris dan Amerika harus dikecualikan sehubungan
dengan apa yang kita diskusikan saat ini? Seharusnya menjadi jelas
bagi setiap orang yang memahami persyaratan-persyaratan ilmiah dalam
hubungannya dengan permasalahan-permasalahan kesejarahan bahwa pertanyaan ini
harus diajukan. Bila kita gagal mengajukannya, ini sama halnya dengan
memalsukan pengetahuan ilmiah, sama halnya dengan melakukan sofisme. Dan,
setelah mengajukan pertanyaan ini, tidak ada keraguan sama sekali bahwa
jawabannya adalah: kediktatoran revolusioner proletariat merupakan
kekerasan terhadap kaum borjuasi; dan kekerasan semacam itu terutama
menjadi sebuah kebutuhan karena keberadaan militerisme dan birokrasi,
sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh Marx dan Engels berulang kali secara
rinci (terutama dalam tulisan mereka “Perang Sipil di Prancis” dan dalam
pengantar dari karya tersebut). Justru institusi-institusi inilah yang tidak
eksis di Inggris dan Amerika pada tahun 70an, ketika Marx membuat pengamatannya
(mereka sekarang eksis di Inggris dan di Amerika)!
Kautsky harus menggunakan tipu daya di setiap
langkahnya untuk menutupi pengkhianatannya!
Dan perhatikan bagaimana dia secara tidak sengaja
menunjukkan jati dirinya ketika dia menulis: “secara damai, yakni dengan cara
yang demokratis”!
Dalam mendefinisikan kediktatoran, Kautsky
berusaha semaksimal mungkin menyembunyikan dari para pembaca karakter
fundamental dari konsep ini, yaitu kekerasan revolusioner. Namun
sekarang sudah kelihatan kebenarannya: ini adalah masalah perbedaan antara revolusi
damai dan revolusi kekerasan.
Inilah duduk perkaranya. Kautsky harus
menggunakan segala macam tipu muslihat, sofisme dan pemalsuan hanya untuk
menyelamatkan dirinya dari revolusi kekerasan, dan untuk
menyembunyikan penolakannya terhadap revolusi kekerasan dan pembelotannya ke
sisi kebijakan buruh liberal, yakni ke sisi kaum borjuasi. Inilah
duduk perkaranya.
Kautsky “sang sejarawan” begitu tanpa malunya
memalsukan sejarah, sampai-sampai dia “melupakan” fakta fundamental bahwa kapitalisme
pra-monopoli -- yang sebenarnya mencapai puncaknya pada periode 1870an --
karena karakter-karakter fundamental ekonominya, memiliki karakter
yang unik, yakni secara relatif sangat berpihak pada perdamaian dan kebebasan.
Imperialisme di lain pihak, yakni kapitalisme monopoli, yang akhirnya matang
pada abad ke-20, karena karakter-karakter fundamental ekonominya,
memiliki karakter yang paling tidak berpihak pada perdamaian dan kebebasan,
yang mana perkembangan militernya mencapai tingkat tertinggi dan universal.
Bila kita “gagal mempertimbangkan” ini dalam mendiskusikan sejauh mana sebuah
revolusi damai atau kekerasan adalah hal yang tipikal atau hal yang
memungkinkan, maka kita telah jatuh ke level seorang kacung kaum borjuasi.
Muslihat yang kedua. Komune Paris merupakan
kediktatoran proletariat, namun kediktatoran itu dipilih melalui pemilu yang universal,
yakni tanpa merampas hak-hak demokrasi dari kaum borjuasi, yakni “secara
demokratis”. Dan Kautsky berkata dengan begitu yakinnya: “… kediktatoran
proletariat bagi Marx” (atau menurut Marx) adalah “sebuah kondisi yang secara
niscaya mengalir dari demokrasi murni, bila proletariat membentuk mayoritas.” (bei
überwiegendem Proletariat, S. 21)
Argumen Kautsky ini begitu luar biasanya sehingga
membuat seseorang menderita embarras de richesses (rasa malu karena
kelimpahan ... keberatan-keberatan yang dapat dilemparkan terhadap argumen
tersebut). Pertama-tama, semua orang mengetahui dengan sangat baik bahwa
kepemimpinan dan lapisan-lapisan atas kaum borjuasi telah melarikan diri dari
Paris ke Versailles. Di Versailles ada “sang sosialis” Louis Blanc – yang
membuktikan kekeliruan dari pernyataan Kautsky bahwa “semua tendensi”
sosialisme mengambil bagian dalam Komune Paris. Sungguh menggelikan kalau
pembagian penduduk Paris ke dalam dua kamp yang saling memusuhi, di mana salah
satunya adalah seksi borjuasi yang militan dan aktif secara politik,
digambarkan sebagai “demokrasi murni” dengan “pemilu universal”.
Yang kedua, Komune Paris melancarkan perang
melawan Versailles sebagai pemerintahan buruh Prancis melawan
pemerintahan borjuis. Apa hubungannya “demokrasi murni” dan “pemilu universal”
dengan ini, ketika Paris sedang menentukan nasib Prancis? Ketika Marx
menyatakan pendapatnya bahwa Komune Paris telah melakukan sebuah kesalahan
ketika ia gagal menyita bank, yang adalah milik seluruh Prancis,[1] apa dia
berangkat dari prinsip-prinsip dan praktek “demokrasi murni”?
Pada kenyataannya, jelas kalau Kautsky menulis di
sebuah negeri di mana polisi melarang rakyat untuk tertawa “secara
bergerombolan,” kalau tidak Kautsky sudah akan terbunuh oleh tawa ejekan.
Ketiga, mari saya ingatkan Tn. Kautsky, yang
telah menghafal Marx dan Engels dengan sangat baik, penilaian berikut ini yang
diberikan oleh Engels terhadap Komune Paris dari sudut pandang ... “demokrasi
murni”:
“Apakah orang-orang ini” (kaum anti-otoriter)
“pernah melihat sebuah revolusi? Sebuah revolusi tentunya adalah hal yang
paling otoriter yang ada; sebuah tindakan di mana satu bagian dari penduduk
memaksakan kehendaknya atas bagian penduduk lainnya dengan penggunaan senapan,
bayonet dan meriam – yang semuanya adalah cara-cara yang sangatlah otoriter.
Dan pihak yang menang harus mempertahankan kekuasaannya dengan menggunakan
senjata-senjatanya yang akan mengilhami teror di antara kaum reaksioner. Apakah
Komune Paris dapat bertahan lebih dari sehari jika tidak menggunakan otoritas
dari rakyat yang bersenjata untuk melawan kaum borjuasi? Sebaliknya, apakah
kita tidak dapat menyalahkan Komune Paris karena begitu sedikit menggunakan
otoritas tersebut?”[2]
Inilah “demokrasi murni” Anda! Engels akan
mencibir para borjuis kecil vulgar, para “Sosial Demokrat” (di Prancis pada
tahun 1840an dan di Eropa secara umum pada 1915-1918), yang berbicara mengenai
“demokrasi murni” di dalam masyarakat kelas.
Namun, cukup sampai sini saja. Mustahil untuk
menyebut satu demi satu berbagai absurditas Kautsky, karena setiap kalimat yang
dia ucapkan adalah sumur pengkhianatan yang tak berdasar.
Marx dan Engels menganalisis Komune Paris secara
detil dan menunjukkan bahwa Komune Paris berusaha menghancurkan dan
membubarkan “mesin negara yang sudah jadi”. Marx dan Engels menganggap
kesimpulan ini begitu penting sehingga inilah satu-satunya perubahan yang
mereka perkenalkan pada tahun 1872 ke dalam program Manifesto Komunis yang
sudah (sebagian) “usang”. Marx dan Engels menunjukkan bahwa Komune Paris telah
membubarkan angkatan bersenjata dan birokrasi, telah membubarkan parlementerisme,
telah menghancurkan “negara, yakni bonggol yang parasitik itu”, dan sebagainya.
Namun Kautsky yang bijaksana, justru mengenakan topi tidurnya, mengulang-ulang
dongengnya tentang “demokrasi murni”, yang sudah diceritakan ribuan kali oleh
para profesor kaum liberal.
Tidak mengherankan jika Rosa Luxemburg pada 4
Agustus 1915 menyatakan bahwa Sosial Demokrasi Jerman tak ubahnya mayat
yang membusuk.
Muslihat yang ketiga. “Ketika kita berbicara
tentang kediktatoran sebagai sebuah bentuk pemerintahan, kita tidak dapat
berbicara tentang kediktatoran kelas, karena sebuah kelas sebagaimana yang
sudah kita tunjukkan, hanya dapat berkuasa tetapi tidak memerintah…“ Hanya
“organisasi” dan “partai” yang dapat memerintah.
Ini adalah sebuah kekacauan, sebuah kekacauan
yang menjijikkan, Tn. “Penasihat yang kacau-balau”. Kediktatoran bukanlah sebuah
“bentuk pemerintahan”; ini adalah omong kosong yang konyol. Dan Marx tidak
berbicara tentang “bentuk pemerintahan” namun bentuk atau tipe negara.
Ini adalah dua hal yang sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Juga keliru
kalau kita mengatakan bahwa sebuah kelas tidak dapat memerintah: absurditas
seperti ini hanya dapat dikemukakan oleh seorang “kretin parlementer” yang
tidak bisa melihat apa-apa selain parlemen borjuis dan tidak menyadari apapun
selain “partai-partai berkuasa”. Setiap negeri di Eropa akan memberikan kepada
Kautsky banyak contoh pemerintahan oleh kelas yang berkuasa, seperti
misalnya, pemerintahan para tuan tanah di abad pertengahan, kendati organisasi
mereka yang tidak memadai.
Pendek kata: Kautsky telah, dengan cara yang
sungguh tidak ada duanya, telah mendistorsi konsep kediktatoran proletariat,
dan telah mengubah Marx menjadi seorang liberal. Dalam kata lain, dia sendiri
telah tenggelam ke level seorang liberal yang mengutarakan frase-frase kosong
mengenai “demokrasi murni,” mengabaikan demokrasi borjuis dan
mengabaikan konten kelasnya, dan di atas segalanya tidak berani berbicara
mengenai penggunaan kekerasan revolusioner oleh kelas yang tertindas.
Dengan “menginterpretasikan” konsep “kediktatoran revolusioner proletariat”
seperti demikian, di mana dia menghapus kekerasan revolusioner dari kelas
tertindas terhadap penindasnya, Kautsky telah memecahkan rekor dunia dalam
mendistorsi Marx. Bernstein sang pengkhianat terlihat seperti seekor anak
anjing dibandingkan dengan Kautsky sang pengkhianat.
BAB I : Revolusi Proletariat dan Kautsky si Pengkhianat
4/
5
Oleh
Redaksi