photo hhhhhhhhiii_zps9dd37855.jpeg" />  photo hhdrhhdhdrhdh_zps2794a59b.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />

Sabtu, 17 September 2016

Tulisan Balasan Kepada Nurham Sadiq (Nusantarakan Parepare)


Sumber : http://ceritadisana.blogspot.co.id/
Warta Kampus, Parepare,- Tepat disudut belakang Busway yang saya tumpangi dari halte harmoni menuju kampung melayu, saya duduk menopang dagu dengan paras berpancar senyum saat itu sedang membaca catatan singkat dari Kanda Nurham Sadiq yang beliau post di salah satu media sosial. Saya membaca dengan cermat walau dengan mobile phone yang berkapasitas standar.

Catatan singkat yang bertajuk Nusantarakan Parepare, mencoba  menggambarkan begitu beragamnya Parepare, tidak hanya itu, (menurut si empunya catatan) Parepare kaya akan karakter, mulai dari letak geografis sampai pada tatanan budaya masyarakat kota parepare. Catatan yang diulas dengan sedikit pengantar dari buku Pandji (pekerja seni/artis) NASIONAL – IS – ME. Buku yang mencoba menggambarkan keberagaman Indonesia, yang pada buku itu tidak saya temukan arti sebenarnya kata “Nasionalisme” selain kecintaan terhadap bangsa yang dilandasi dari keindahan bumi pertiwi dan jalan-jalannya si penulis di beberapa daerah di Indonesia selanjutnya kejutan-kejutan yang ia temui. Tak kudapati bagaimana Nasionalisme Indonesia ini terbangun, atau bagaimana asal muasal nasionalisme Indonesia, serta apa sikap dan pandangannya atas pembangunan Nusantara yang dipenuhi darah manusia-manusia yang punya perspektif nasion tersendiri, yang kemudian dilenyap dan dibumi hanguskan oleh Gadjah Mada dengan pembenaran “Pembentukan Nusantara”. Sebuah alasan yang tak logis dimasa dewasa ini, (melenyapkan nasion kelompok lain dan menggantinya dengan nasion dengan cultur javanism/jawanisme, dan belum tentu diingini apalagi sesuai dengan dasar sebuah nasional kelompok tersebut, kelompok yang dilenyapkan).

Lanjut ke catatan Kanda Nurham, pada dasarnya saya hanya ingin memberikan tanggapan 
dan tambahan atas apa yg diuraikan dalam catatan tersebut. Menyoal kota Parepare yang merupakan kota kecil yang kental dengan budaya bugis islami, sebagai bukti ekspansi suku bugis. Seperti yang dituliskan oleh Kanda Nurham bahwa dari budaya Bugis kemudian melahirkan bermacam karakter masyarakat yang bisa dinilai dari gaya bahasa atau lebih kepada intonasi saat berbicara. Atau dengan istilah yang sering disebut oleh masyarakat Sulawesi pada umumnya “Bugis kasar dan Bugis halus”. Tak hanya soal bahasa dan perilaku yang dikontruksi kultur Bugis, Kanda Nurham juga mencoba menguraikan tentang Parepare dari keunikan letak geografisnya yang belum tentu dimiliki oleh daerah-daerah lain, memang tidak bisa dinafikkan bahwa Kota Parepare menjadi salah-satu daerah dari sedikit daerah di Indonesia yang hampir semua sifat geografis ia miliki, mulai dari pesisir, daratan tinggi dan rendah, sampai pada pegunungan. Tapi menurutku, itu tak cukup jika hanya menjadi kebanggaan semata, karena pada dasarnya dan pada hukum ekonomi politiknya dalam bidang tata ruang kota, Parepare dengan kekhasan seperti itu menjadi magnet dan daya tarik bagi pemodal internasional, nasional, sampai domestic . Selain Potensi kota wisata dan niaga, Parepare yang masih banyak lahan kosong ini, juga menjadi daya tarik bagi pemodal untuk berinvestasi, terbukti bahwa ternyata dalam beberapa kebijakan, mulai dari MP3EI (SBY-Jokowi), MEA, PAKET EKONOMI JILID I – IV, KAPET, dll,  Parepare menjadi salah-satu daerah di Sulawesi yang mendapat prioritas pembangunan ekonominya, mulai dari penataan kota (Mattiro tasi – Perombakan jalan – Fly Over – Pengkotakan kelompok masyarakat), dan pembangunan infrastuktur pendukung modal seperti (Jalur Kereta Api – kawasan Industri – pelabuhan internasional, dll), sampai hari ini, kabarnya sudah banyak pemodal asing maupun domestic yang berebut lahan di parepare,  bahkan prediksi yang lahir dari kelompok diskusi Lingkar Studi Sosialis Jogja menilai bahwa konsep “Ajatappareng” menjadi salah-satu pendukung untuk merombak basis ekonomi Parepare dan daerah-daerah yang termasuk dalam Ajatappareng, artinya bahwa parepare menjadi pusat atau sentral produksi dan distribusi bahan baku dari daerah tetangga, hingga dengan perlahan basis struktur Ajatappareng beralih dari pertanian menjadi industrialisasi, dengan melakukan pembersihan lahan perkebunan dan persawahan yang kemudian diubah menajdi kawasan industry, kawasan niaga, perhotelan, perumahan dan wisata dadakan. Dan seringkali pembersihan lahan itu dilakukan dengan pembelian lahan dengan harga mahal kepada warga, agar warga mudah untuk melepas lahannya, atau secara keji tapi soft dengan melakukan pembakaran lahan atau bahkan perumahan warga di daerah pinggiran.

Lantas apakah kita akan berbangga dengan pembangunan itu ? kalau mengekor ke tulisan kanda Nurham  sudah pasti bangga dan mengeluh-eluh kan pembangunan itu, bisa jadi hari ini Makassar dalam pembangunan kota dunia, mungkin beberapa tahun kemudian Parepare menjadi target berikutnya, sekali lagi apakah kita akan berbangga dengan hal itu ?

Melanjutkan hasil diskusi teman-teman Mahasiswa Jogja tentang situasi daerah Parepare, dari konsep Ajatappareng yang mencoba mengindustrialisasi pertanian dan perkebunan yang menjadi basis ekonomi atau basis struktur mayoritas masyarakat daerah-daerah yang termasuk didalam Ajatappareng dan menjadikan Parepare sebagai pusat dari pada produksi dan distribusi, akan meninggikan persentase tingkat urbanisasi atau perpindahan orang-orang dari daerah tetangga sampai ke daerah lain di Sulawesi atau mungkin dari luar Sulawesi, yang pada dasarnya dari penigkatan urbanisasi itu akan meningkat pula jumlah pengangguran, masyarakat miskin kota dan sudah pasti akan berakhir pada penyingkiran, pemarjinalan, dan penggusuran (dalam bahasa pemerintahan “penertiban”). Dan begitu seterusnya  

Selain itu, pengindustrialisasian atau bahasa kerennya, peng-Kapitalisasi-an Kota parepare akan berdampak pada semua sector tidak hanya ekonomi dan politik, tapi juga pendidikan, budaya, yang kemudian melahirkan struktur masyarakat serta karakter masyarakat yang didasarkan pada pembangunan tersebut, yang awalnya masyarakat parepare (seperti yang dituliskan Nurham, Dermawan, atau berjiwa social tinggi) kedepan sudah jelas akan sebaliknya menjadi masyarakat yang individualistik, modernistik, yang kemudian budaya gotong royong tak lagi dikenal. Sebelum berlanjut  pada dampak-dampak pembangunan, saya mau menerangkan bahwa pembangunan di abad 21 ini, bukanlah pembangunan yang berpihak kepada rakyat  yang ekonominya menengah kebawah, lanjut, karena dalam sector ekonomi, pembangunan itu sejatinya adalah liberalisasi pasar atau neoliberalisme, yang membuat kesenjangan yang sangat signifikan antara pengusaha dengan modal besar dan pengusaha dengan modal kecil, mulai dari kekalahn dalam melakukan ekspansi sampai pada akumulasi keuntungan. Dari sector politik akan melahirkan kebobrokan-kebobrokan politisi (seperti yang disebutkan juga oleh Kanda Nurham) seperti kebijakan-kebijakan atau PERDA didasarkan pada kepentingan pengusahan modal besar, yang sejatinya tidak berpihak pada masyarakat local. Selain pemerintahan yang melahirkan kebijakan-kebijakan dari runutan MEA, MP3EI, Paket Ekonomi JOKOWI-JK, dan lingkaran-lingkaran setan lainnya, situasi politik juga akan semakin menegasikan moral baik politisi hingga kemudian yang kita lihat hanyalah, klik diantara kelompok/individu, meningkatnya budaya korupsi, dan kebejatan-kebejatan pemerintah lainnya, layaknya di Ibu kota atau kota-kota megapolitan dan metropolitan.

Semua dampak yang lahir dari peng-kapitalisasi-an tersebut akan merembet kesemua sector seperti yang saya tuliskan sebelumnya. Dan sekali lagi dan untuk yang kesekian kalinya, apakah kita akan berbangga hati ? entah apa yang ada dipikiran seorang Presiden Mahasiswa dan ketua cabang ormas mahasiswa sekaliber PMII (pergerakan mahasiswa islam Indonesia) yang punya keberagaman track recor, seperti kanda Nurham Sadiq. yang kemudian tidak mencoba atau mungkin (tidak mampu) menganalisa dampak dari pada pembangunan atau apa kesejatian dari pada pembangunan yang terjadi di kota Bandar Madani Parepare. Atau mungkin tulisan yang saya balas ini hanya menjadi maneuver atau batu loncatan untuk step berikutnya dalam merajut karir politiknya di Kota Parepare seperti senior-senior lainnya di PMII ? yah mungkin memang benar, dan NU(rham -SA(diq)-ntara bisa menjadi kata kunci saat kampanye di masa mendatang. Hingga berbaur bersama politisi-politisi daerah dengan kebobrokan-kebobrokan seperti yang kutuliskan di atas.

Terakhir, (seperti apa yang terlintas dalam benak saya setelah turun dari busway kampong melayu), tulisan yang pada dasarnya balasan terhadap tulisan Kanda Nurham Sadiq, tidak mencoba menyudutkan dengan analisa subjektifku, tapi hanya mencoba dan memancing diskusi kecil yang semoga melahirkan sesuatu yang besar, entah diskusi dengan berbalas tulisan, komentar di media social, atau mungkin disuatu waktu dan di satu tempat di kota parepare kita bisa melanjut komunikasi.

Ket : tulisan ini dikirim via email oleh Fazlul Rachman (Koordinator Harian: Lingkar Study Mahasiswa Parepare – Jakarta)  

Related Posts

Tulisan Balasan Kepada Nurham Sadiq (Nusantarakan Parepare)
4/ 5
Oleh

Berlangganan Melalui email

Jika Anda Menyukai Postingan Kami, Silahkan Subcribe Untuk Mendapatkan Updatenya Melalui Email.