HAK ASASI MANUSIA DALAM ISLAM
Oleh: Mahfudz Siddiq
Oleh: Mahfudz Siddiq
(1)
HAM Menurut Konsep Barat
stilah
hak asasi manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh
borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang
telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami
masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan yang
akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia.
Diantaranya
adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun
1216. Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi ini lalu
diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan
luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian deklarasi
Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada Desember 1948.
Akan
tetapi sebenarnya bagi masyarakat muslim, belum pernah mengalami penindasan
yang dialami Eropa, dimana sistem perundang-undangan Islam telah menjamin
hak-hak asasi bagi semua orang sesuai dengan aturan umum yang diberikan oleh
Allah kepada seluruh ummat manusia.
Dalam
istilah modern, yang dimaksud dengan hak adalah wewenang yang diberikan oleh
undang-undang kepada seseorang atas sesuatu tertentu dan nilai tertentu. Dan dalam wacana
modern ini, hak asasi dibagi menjadi dua:
a.
Hak
asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu menurut kelahirannya, seperti: hak
hidup, hak kebebasan pribadi dan hak bekerja.
a.
Hak
asasi yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota
keluarga dan sebagai individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak
berumah-tangga, hak mendapat keamanan, hak mendapat keadilan dan hak persamaan
dalam hak.
Terdapat
berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran
barat, diantaranya :
1.
Pembagian
hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan
dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya:
hak beragama, hak sosial dan berserikat.
1.
Pembagian
hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan
rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.
1.
Pembagian
hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap
negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang
meliputi pelayanan negara kepada warganya.
Dapat
dimengerti bahwa pembagian-pembagian ini hanya melihat dari sisi larangan
negara menyentuh hak-hak ini. Sebab hak asasi dalam pandangan barat tidak
dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan,
dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan
Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campur-tangan dalam
memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan jaminan sosial.
(2)
HAM Menurut Konsep Islam
ak asasi dalam Islam berbeda dengan
hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan
kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah
saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu
haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja
menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban
memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai
contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu
tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan
non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara
diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum
muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar
zakat.
Negara
juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu.
Sebab pemerintah mempunyai tuga sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti
tidak berhak untuk tetap memerintah. Allah berfirman:
"Yaitu
orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka
menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah
perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan." (QS. 22: 4)
Jaminan
Hak Pribadi
Jaminan
pertama hak-hak pribadi dalam sejarah umat manusia adalah dijelaskan Al-Qur’an:
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu
sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya... dst." (QS. 24: 27-28)
Dalam
menjelaskan ayat ini, Ibnu Hanbal dalam Syarah Tsulatsiyah Musnad Imam Ahmad
menjelaskan bahwa orang yang melihat melalui celah-celah ointu atau melalui
lubang tembok atau sejenisnya selain membuka pintu, lalu tuan rumah melempar
atau memukul hingga mencederai matanya, maka tidak ada hukuman apapun baginya,
walaupun ia mampu membayar denda.
Jika
mencari aib orang dilarang kepada individu, maka itu dilarang pula kepada
negara. Penguasa tidak dibenarkan mencari-cari kesalahan rakyat atau individu
masyarakat. Rasulullah saw bersabda: "Apabila pemimpin mencari keraguan
di tengah manusia, maka ia telah merusak mereka." Imam Nawawi dalam Riyadus-Shalihin
menceritakan ucapan Umar: "Orang-orang dihukumi dengan wahyu pada masa
rasulullah saw. Akan tetapi wahyu telah terhenti. Oleh karenanya kami hanya
menghukumi apa yang kami lihat secara lahiriah dari amal perbuatan
kalian."
Muhammad
Ad-Daghmi dalam At-Tajassus wa Ahkamuhu fi Syari’ah Islamiyah
mengungkapkan bahwa para ulama berpendapat bahwa tindakan penguasa mencari-cari
kesalahan untuk mengungkap kasus kejahatan dan kemunkaran, menggugurkan
upayanya dalam mengungkap kemunkaran itu. Para ulama menetapkan bahwa
pengungkapan kemunkaran bukan hasil dari upaya mencari-cari kesalahan yang
dilarang agama.
Perbuatan
mencari-cari kesalahan sudah dilakukan manakala muhtasib telah berupaya
menyelidiki gejala-gejala kemunkaran pada diri seseorang, atau dia telah
berupaya mencari-cari bukti yang mengarah kepada adanya perbuatan kemunkaran.
Para ulama menyatakan bahwa setiap kemunkaran yang berlum tampak bukti-buktinya
secara nyata, maka kemunkaran itu dianggap kemunkaran tertutup yang tidak
dibenarkan bagi pihak lain untuk mengungkapkannya. Jika tidak, maka upaya
pengungkapan ini termasuk tajassus yang dilarang agama.
(3)
Nash Qur’an dan Sunnah tentang HAM
eskipun
dalam Islam, hak-hak asasi manusia tidak secara khusus memiliki piagam, akan
tetapi Al-Qur’an dan As-Sunnah memusatkan perhatian pada hak-hak yang diabaikan
pada bangsa lain. Nash-nash ini sangat banyak, antara lain:
1.
Dalam
al-Qur’an terdapat sekitar empat puluh ayat yang berbicara mengenai paksaan dan
kebencian. Lebih dari sepuluh ayat bicara larangan memaksa, untuk menjamin
kebebasan berfikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya:
"Kebenaran itu datangnya dari Rabb-mu, barangsiapa yang ingin beriman
hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir."
(QS. 18: 29)
1.
Al-Qur’an
telah mengetengahkan sikap menentang kedzaliman dan orang-orang yang berbuat
dzalim dalam sekitar tiga ratus dua puluh ayat, dan memerintahkan berbuat adil
dalam lima puluh empat ayat yang diungkapkan dengan kata-kata: ‘adl, qisth dan
qishas.
1.
Al-Qur’an
mengajukan sekitar delapan puluh ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan
penyediaan sarana hidup. Misalnya: "Barangsiapa yang membunuh seorang
manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat
kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia
seluruhnya." (QS. 5: 32). Juga Qur’an bicara kehormatan dalam sekitar
dua puluh ayat.
1.
Al-Qur’an
menjelaskan sekitar seratus lima puluh ayat tentang ciptaan dan
makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan. Misalnya: "...
Orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertawa diantara
kamu." (QS. 49: 13)
1.
Pada
haji wada’ Rasulullah menegaskan secara gamblang tentang hak-hak asasi manusia,
pada lingkup muslim dan non-muslim, pemimpin dan rakyat, laki-laki dan wanita. Pada
khutbah itu nabi saw juga menolak teori Yahudi mengenai nilai dasar keturunan.
Manusia di
mata Islam semua sama, walau berbeda keturunan, kekayaan, jabatan atau jenis
kelamin. Ketaqwaan-lah yang membedakan mereka. Rakyat dan penguasa juga
memiliki persamaan dalam Islam. Yang demikian ini hingga sekarang belum dicapai
oleh sistem demokrasi modern. Nabi saw sebagai kepala negara juga adalah
manusia biasa, berlaku terhadapnya apa yang berlaku bagi rakyat. Maka Allah
memerintahkan beliau untuk menyatakan: "Katakanlah bahwa aku hanyalah
manusia biasa, hanya saja aku diberi wahyu, bahwa Tuhanmu adalah Tuhan yang
Esa." (QS. 18: 110).
(4)
Rumusan HAM dalam Islam
pa
yang disebut dengan hak asasi manusia dalam aturan buatan manusia adalah
keharusan (dharurat) yang mana masyarakat tidak dapat hidup tanpa
dengannya. Para ulama muslim mendefinisikan masalah-masalah dalam kitab Fiqh
yang disebut sebagai Ad-Dharurat Al-Khams, dimana ditetapkan
bahwa tujuan akhir syari’ah Islam adalah menjaga akal, agama, jiwa, kehormatan
dan harta benda manusia.
Nabi
saw telah menegaskan hak-hak ini dalam suatu pertemuan besar internasional,
yaitu pada haji wada’. Dari Abu Umamah bin Tsa’labah, nabi saw bersabda: "Barangsiapa
merampas hak seorang muslim, maka dia telah berhak masuk neraka dan haram masuk
surga." Seorang lelaki bertanya: "Walaupun itu sesuatu yang
kecil, wahay rasulullah ?" Beliau menjawab: "Walaupun hanya
sebatang kayu arak." (HR. Muslim).
Islam
berbeda dengan sistem lain dalam hal bahwa hak-hak manusia sebagai hamba Allah
tidak boleh diserahkan dan bergantung kepada penguasa dan undang-undangnya. Tetapi
semua harus mengacu pada hukum Allah. Sampai kepada soal shadaqah tetap
dipandang sebagaimana hal-hal besar lain. Misalnya Allah melarang bershadaqah
(berbuat baik) dengan hal-hal yang buruk. "Dan janganlah kamu memilih
yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya..." (QS. 2: 267).
1.
Hak-hak Alamiah
Hak-hak
alamiah manusia telah diberikan kepada seluruh ummat manusia sebagai makhluk
yang diciptakan dari unsur yang sama dan dari sumber yang sama pula (lihat QS.
4: 1, QS. 3: 195).
a.
Hak Hidup
Allah
menjamin kehidupan, diantaranya dengan melarang pembunuhan dan meng-qishas
pembunuh (lihat QS. 5: 32, QS. 2: 179). Bahkan hak mayit pun dijaga oleh Allah.
Misalnya hadist nabi: "Apabila seseorang mengkafani mayat saudaranya,
hendaklah ia mengkafani dengan baik." Atau "Janganlah kamu
mencaci-maki orang yang sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa yang mereka
kerjakan." (Keduanya HR. Bukhari).
b.
Hak Kebebasan Beragama dan Kebebasan Pribadi
Kebebasan
pribadi adalah hak paling asasi bagi manusia, dan kebebasan paling suci adalah
kebebasan beragama dan menjalankan agamanya, selama tidak mengganggu hak-hak
orang lain. Firman Allah: "Dan seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah
beriman orang di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu memaksa manusia supaya
mereka menjadi orang beriman semuanya?" (QS. 10: 99).
Untuk
menjamin kebebasan kelompok, masyarakat dan antara negara, Allah memerintahkan
memerangi kelompok yang berbuat aniaya terhadap kelompok lain (QS. 49: 9).
Begitu pula hak beribadah kalangan non-muslim. Khalifah Abu Bakar menasehati
Yazid ketika akan memimpin pasukan: "Kamu akan menemukan kaum yang
mempunyai keyakinan bahwa mereka tenggelam dalam kesendirian beribadah kepada
Allah di biara-biara, maka biarkanlah mereka." Khalid bin Walid
melakukan kesepakatan dengan penduduk Hirah untuk tidak mengganggu tempat
peribadahan (gereja dan sinagog) mereka serta tidak melarang
upacara-upacaranya.
Kerukunan
hidup beragama bagi golongan minoritas diatur oleh prinsip umum ayat "Tidak
ada paksaan dalam beragama." (QS. 2: 256).
Sedangkan
dalam masalah sipil dan kehidupan pribadi (ahwal syakhsiyah) bagi mereka
diatur syari’at Islam dengan syarat mereka bersedia menerimanya sebagai
undang-undang. Firman Allah: "Apabila mereka (orang Yahudi) datang kepadamu
minta keputusan, berilah putusan antara mereka atau biarkanlah mereka. Jika
engkau biarkan mereka, maka tidak akan mendatangkan mudharat bagimu. Jika
engkau menjatuhkan putusan hukum, hendaklah engkau putuskan dengan adil.
Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang adil." (QS. 5: 42). Jika
mereka tidak mengikuti aturan hukum yang berlaku di negara Islam, maka mereka
boleh mengikuti aturan agamanya - selama mereka berpegang pada ajaran yang
asli. Firman Allah: "Dan bagaimana mereka mengangkat kamu sebagai
hakim, sedangkan ada pada mereka Taurat yang di dalamnya ada hukum Allah?
Kemudian mereka tidak mengindahkan keputusanmu. Sesungguhnya mereka bukan
orang-orang yang beriman ." (QS.5: 7).
c.
Hak Bekerja
Islam
tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak tetapi juga kewajiban. Bekerja
merupakan kehormatan yang perlu dijamin. Nabi saw bersabda: "Tidak ada
makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang dihasilkan
dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari). Dan Islam juga menjamin
hak pekerja, seperti terlihat dalam hadist: "Berilah pekerja itu
upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah).
2.
Hak Hidup
Islam
melindungi segala hak yang diperoleh manusia yang disyari’atkan oleh Allah.
Diantara hak-hak ini adalah :
a.
Hak Pemilikan
Islam
menjamin hak pemilikan yang sah dan mengharamkan penggunaan cara apapun untuk
mendapatkan harta orang lain yang bukan haknya, sebagaimana firman Allah: "Dan
janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan
jalan bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu kepada hakim agar kamu
dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa
padahal kamu mengetahuinya." (QS. 2: 188). Oleh karena itulah Islam
melarang riba dan setiap upaya yang merugikan hajat manusia. Islam juga
melarang penipuan dalam perniagaan. Sabda nabi saw: "Jual beli itu
dengan pilihan selama antara penjual dan pembeli belum berpisah. Jika keduanya
jujur dalam jual-beli, maka mereka diberkahi. Tetapi jika berdusta dan menipu
berkah jual-bei mereka dihapus." (HR. Al-Khamsah)
Islam
juga melarang pencabutan hak milik yang didapatkan dari usaha yang halal,
kecuali untuk kemashlahatan umum dan mewajibkan pembayaran ganti yang setimpal
bagi pemiliknya. Sabda nabi saw: "Barangsiapa mengambil hak tanah orang
lain secara tidak sah, maka dia dibenamkan ke dalam bumi lapis tujuh pada hari
kiamat." Pelanggaran terhadap hak umum lebih besar dan sanksinya akan
lebih berat, karena itu berarti pelanggaran tehadap masyarakat secara keseluruhan.
b.
Hak Berkeluarga
Allah
menjadikan perkawinan sebagai sarana mendapatkan ketentraman. Bahkan Allah
memerintahkan para wali mengawinkan orang-orang yang bujangan di bawah
perwaliannya (QS. 24: 32). Aallah menentukan hak dan kewajiban sesuai dengan fithrah
yang telah diberikan pada diri manusia dan sesuai dengan beban yang dipikul
individu.
Pada
tingkat negara dan keluarga menjadi kepemimpinan pada kepala keluarga yaitu
kaum laki-laki. Inilah yang dimaksudkan sebagai kelebihan laki-laki atas wanita
(QS. 4: 34). Tetapi dalam hak dan kewajiban masing-masing memiliki beban yang
sama. "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan
kelebihan dari istrinya." (QS. 2: 228)
c.
Hak Keamanan
Dalam
Islam, keamanan tercermin dalam jaminan keamanan mata pencaharian dan jaminan
keamanan jiwa serta harta benda. Firman Allah: "Allah yang telah
memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka
dari ketakutan." (QS. Quraisy: 3-4).
Diantara
jenis keamanan adalah dilarangnya memasuki rumah tanpa izin (QS. 24: 27). Jika
warga negara tidak memiliki tempat tinggal, negara berkewajiban menyediakan
baginya. Termasuk keamanan dalam Islam adalah memberi tunjangan kepada fakir
miskin, anak yatim dan yang membutuhkannya. Oleh karena itulah, Umar bin
Khattab menerapkan tunjangan sosial kepada setiap bayi yang lahir dalam Islam
baik miskin ataupun kaya. Dia berkata: "Demi Allah yang tidak ada
sembahan selain Dia, setiap orang mempunyai hak dalam harta negara ini, aku
beri atau tidak aku beri." (Abu Yusuf dalam Al-Kharaj). Umar jugalah
yang membawa seorang Yahudi tua miskin ke petugas Baitul-Maal untuk diberikan
shadaqah dan dibebaskan dari jizyah.
Bagi
para terpidana atau tertuduh mempunyai jaminan keamanan untuk tidak disiksa
atau diperlakukan semena-mena. Peringatan rasulullah saw: "Sesungguhnya
Allah menyiksa orang-orang yang menyiksa manusia di dunia." (HR.
Al-Khamsah). Islam memandang gugur terhadap keputusan yang diambil dari
pengakuan kejahatan yang tidak dilakukan. Sabda nabi saw: "Sesungguhnya
Allah menghapus dari ummatku kesalahan dan lupa serta perbuatan yang dilakukan
paksaan" (HR. Ibnu Majah).
Diantara
jaminan keamanan adalah hak mendpat suaka politik. Ketika ada warga tertindas
yang mencari suaka ke negeri yang masuk wilayah Darul Islam. Dan masyarakat
muslim wajib memberi suaka dan jaminan keamanan kepada mereka bila mereka
meminta. Firman Allah: "Dan jika seorang dari kaum musyrikin minta
perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman
Allah, kemudian antarkanlah ke tempat yang aman baginya." (QS. 9: 6).
d.
Hak Keadilan
Diantara
hak setiap orang adalah hak mengikuti aturan syari’ah dan diberi putusan hukum
sesuai dengan syari’ah (QS. 4: 79). Dalam hal ini juga hak setiap orang untuk
membela diri dari tindakan tidak adil yang dia terima. Firman Allah swt: "Allah
tidak menyukai ucapan yang diucapkan terus-terang kecuali oleh orang yang
dianiaya." (QS. 4: 148).
Merupakan
hak setiap orang untuk meminta perlindungan kepada penguasa yang sah yang dapat
memberikan perlindungan dan membelanya dari bahaya atau kesewenang-wenangan.
Bagi penguasa muslim wajib menegakkan keadilan dan memberikan jaminan keamanan
yang cukup. Sabda nabi saw: "Pemimpin itu sebuah tameng, berperang
dibaliknya dan berlindung dengannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Termasuk
hak setiap orang untuk mendapatkan pembelaan dan juga mempunyai kewajiban
membela hak orang lain dengan kesadarannya. Rasulullah saw bersabda: "Maukah
kamu aku beri tahu saksi yang palng baik? Dialah yang memberi kesaksian sebelum
diminta kesaksiannya." (HR. Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi).
Tidak dibenarkan mengambil hak orang lain untuk membela dirinya atas nama
apapun. Sebab rasulullah menegaskan: "Sesungguhnya pihak yang benar
memiliki pembelaan." (HR. Al-Khamsah). Seorang muslim juga berhak
menolak aturan yang bertentangan dengan syari’ah, dan secara kolektif
diperintahkan untuk mengambil sikap sebagai solidaritas terhadap sesama muslim
yang mempertahankan hak.
e.
Hak Saling Membela dan Mendukung
Kesempurnaan
iman diantaranya ditunjukkan dengan menyampaikan hak kepada pemiliknya sebaik
mungkin, dan saling tolong-menolong dalam membela hak dan mencegah kedzaliman.
Bahkan rasul melarang sikap mendiamkan sesama muslim, memutus hubungan relasi
dan saling berpaling muka. Sabda nabi saw: "Hak muslim terhadap muslim
ada lima: menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengantar ke kubur, memenuhi
undangan dan mendoakan bila bersin." (HR. Bukhari).
f.
Hak Keadilan dan Persamaan
Allah
mengutus rasulullah untuk melakukan perubahan sosial dengan mendeklarasikan
persamaan dan keadilan bagi seluruh umat manusia (lihat QS. Al-Hadid: 25,
Al-A’raf: 157 dan An-Nisa: 5). Manusia seluruhnya sama di mata hukum. Sabda
nabi saw: "Seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri, pasti aku potong
tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada
masa rasulullah banyak kisah tentang kesamaan dan keadilan hukum ini. Misalnya
kasus putri bangsawan dari suku Makhzum yang mencuri lalu dimintai keringanan
hukum oleh Usamah bin Zaid, sampai kemudian rasul menegur dengan: "... Apabila
orang yang berkedudukan di antara kalian melakukan pencurian, dia dibiarkan.
Akan tetapi bila orang lemah yang melakukan pencurian, mereka memberlakukan
hukum kriminal..." Juga kisah raja Jabalah Al-Ghassani masuk Islam dan
melakukan penganiayaan saat haji, Umar tetap memberlakukan hukum meskipun ia
seorang raja. Atau kisah Ali yang mengadukan seorang Yahudi mengenai tameng
perangnya, dimana Yahudi akhirnya memenangkan perkara.
Umar
pernah berpesan kepada Abu Musa Al-Asy’ari ketika mengangkatnya sebagai Qadli: "Perbaikilah
manusia di hadapanmu, dalam majlismu, dan dalam pengadilanmu. Sehingga
seseorang yang berkedudukan tidak mengharap kedzalimanmu dan seorang yang lemah
tidak putus asa atas keadilanmu."
(5)
Tentang Kebebasan Mengecam Syari’ah
ebagian
orang mengajak kepada kebebasan berpendapat, termasuk mengemukakan kritik
terhadap kelayakan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pegangan hidup manusia modern.
Disana terdengar suara menuntut persamaan hak laki-laki dengan wanita, kecaman
terhadap poligami, tuntutan akan perkawinan campur (muslim-non muslim). Dan
bahkan mereka mengajak pada pemahaman Al-Qur’an dengan mengubah inti misi
Al-Qur’an.
Orang-orang
dengan pandangan seperti ini pada dasarnya telah menempatkan dirinya keluar
dari agama Islam (riddah) yang ancaman hukumannya sangat berat. Namun
jika mayoritas ummat Islam menghendaki hukuman syari’ah atas mereka, maka
jawaban mereka adalah bahwa Al-Qur’an tidak menyebutkan sanksi riddah.
Dengan kata lain mereka ingin mengatakan bahwa sunnah nabi saw. Tidak memiliki
kekuatan legal dalam syari’ah, termasuk sanksi riddah itu.
Untuk
menjawab hal ini ada beberapa hal penting yang harus dipahami, yaitu :
1.
Kebebasan
yang diartikan dengan kebebasan tanpa kendali dan ikatan tidak akan dapat
ditemukan di masyarakat manapun. Ikatan dan kendali ini diantaranya adalah
tidak dibenarkannya keluar dari aturan umum dalam negara. Maka tidak ada
kebebasan mengecam hal-hal yang dipandang oleh negara sebagai pilar-pilar pokok
bagi masyarakat.
1.
Islam
tidak memaksa seseorang untuk masuk ke dalam Islam, melainkan menjamin
kebebasan kepada non-muslim untuk menjalankan syari’at agamanya meskipun
bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu, manakala ada seorang muslim
yang mengklaim bahwa agamnya tidak sempurna, berarti ia telah melakukan
kesalahan yang diancam oleh rasulullah saw: "Barangsiapa mengganti
agamanya, maka bunuhlah ia." (HR. Bukhari dan Muslim).
1.
Meskipun
terdapat kebebasan dalam memeluk Islam, tidak berarti bagi orang yang telah
masuk Islam mempunyai kebebasan untuk merubah hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah.
1.
Dalam
Islam tidak ada konsep rahasia di tangan orang suci, dan tidak ada pula
kepercayaan yang bertentangan dengan penalaran akal sehat seperti Trinita dan
Kartu Ampunan. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi penentang Islam untuk
keluar dari Islam atau melakukan perubahan terhadap Islam.
1.
Islam
mengakui bahwa agama Ahli Kitab. Dari sini Islam membolehkan laki-laki muslim
menikahi wanita Ahli Kitab, karena garis nasab dalam Islam ada di tangan
laki-laki.
1.
Sanksi
riddah tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagaimana ibadah dan muamalah
lainnya. Al-Qur’an hanya menjelaskan globalnya saja dan menugaskan rasulullah
saw menjelaskan rincian hukum dan kewajiban. Firman Allah: "Dan telah
Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menjelaskan kepada ummat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkannya."
(QS. 16: 44). k
HAK ASASI MANUSIA DALAM ISLAM II
4/
5
Oleh
Redaksi