Sekilas
Tentang GPMD SGMK Parepare
Latar
Belakang
Pada dasarnya musti di akui bahwa gerakan
mahasiswa di tahun-tahun terakhir menunjukkan kemundurannya dalam berbagai hal.
Namun bukan berarti secara ke seluruhan mengalami kemunduran. Seperti halnya kelompok-kelompok
mahasiswa yang berspekturm “kiri” atau berorientasikan pada perspektif
Ekonomi-politik “Sosialisme”.
Di awal tahun 2011 terjadi pergulakan gerakan
spekturm “kiri”. Dalam hal membicarakan perluasan setelah melihat situasi
kondisi yang semakin menyesatkan namun secara kontradiktif memberikan suntikan
semangat untuk lebih memasifkan gerakan kedepannya. Tidak terkecuali di daerah
Polewali Mandar Sulawesi Barat. Polman pada waktu itu (dalam sektor
Mahasiswanya) memang terlihat jelas kemudurannya, tapi di sektor lainnya yaitu
pelajar dan pemuda justru sebaliknya. Terbukti organisasi pelajar FKSP semakin
menajamkan eksistensinya dan juga terbukti mampu menjadi lumbung kader
organisasi-organisasi spekturm Kiri khususnya di Sul-Sel-Bar.
Begitu pun juga dengan GPMD, GPMD merupakan
program perluasan terkhusus di Kota parepare, Kab. Pinrang, dan Kab Barru.
Namun karena keterbatasan penerus dan juga tidak mampunya FKSP (yang
notabenenya sebagai lumbung kader) memberikan kapasitas keilmuan atau ketajaman
perspektif sehingga membuat kader-kader yang dulunya maju pada masa-masa
pelajar/siswa akhirnya demor dan menghilang saat menginjakkan kakinya di
halaman kampus padahal kita semua ketahui bahwa dunia kampus atau mahasiswa
lebih memberikan kontradiksi perjuangan yang keras di bandingkan dengan masa
pelajar atau SMA/sederajat.
Setelah melihat situasi kondisi di Kota
Parepare yang kemudian menjadi kota pilihan untuk Abd. Rachman dan Ahmad Audah
El Fikri melanjutkan studynya. Akhirnya dan atas dasar program atau strategi
taktik seperti yang di ungkapkan di atas memulai perjuangan membangun kelompok
mahasiswa yang berorientasikan perjuangan klas pekerja. Abd. Rahman yang
kemudian di sapa Ame’ dan Ahmad Audah El Fikri yang di kenal sebagai Ikkhy
mengawali perjuangannya dalam membangun gerakan mahasiswa spekturm kiri dengan
lebih memahami dan membaca situasi kondisi kampus masing-masing. Ame’ yang
kuliah di STAIN Parepare melihat situasi kondisi yang tidak terlalu mampu
memberikan semangat juang bagi para mahasiswa di dalamnya untuk lebih aktif
atau bergulat di eksternal. Semua itu jelas karena regulasi-regulasi atau
kebijakan pemerintah dan pihak kampus di keluarkan jelas pro terhadap pemodal,
memaksa mahasiswa secara tidak langsung lebih aktif di dalam kampus di
bandingkan di eksternal kampus.
Berbeda dengan STAIN, UMPAR justru lebih
memberikan pengaruh yang menguntungkan terhadap apa yang menjadi tujuan Ame’
dan Ikkhy. Melihat sikon UMPAR yang lebih keras dan memberikan kontradiksi yang
jelas terhadap gerakan mahasiswa juga masih banyaknya aktivis-aktivis radikal
yang berkeliaran walaupun dari kelompok cipayung.
Underground menjadi strategit taktik pertama
yang mereka lakukan sebagai calon organisasi yang bagi kelompok-kelompok
cipayung yang sudah eksis terlebih dahulu menjadi sebuah wabah yang harus di
hancurkan.
Bertemu
Dengan Safri/Pallik
Berjuang dengan daya serta kapasitas keilmuan
yang masih kurang membuat perjuangan atau cita-cita Ame’ dan ikkhy terlihat
jelas pasang surutnya, namun bagi mereka itulah proses perjuangan yang di
yakini memang berdialektika.
Dengan memulai dari pendekatan persuasif
antara sesama teman atau saudara sekampung, mereka berfikir akan lebih
memberikan perubahan walaupun tidak terlalu signifikan, setidaknya menambah
pelopor-pelopor atau personil juang seperti yang selalu di katakan Ame’. Dan
memang benar hal itu memberikan sedikit keterangan akan alur perjuangannya,
emosional yang sudah terbangun diantara sesama mahasiswa paguyuban memberikan
sedikit celah bagi Ame’ dan Ikkhy untuk memulainya dari lingkungan sendiri
yaitu merekrut saudara sekampung untuk menjadi langkah awal berkibarnya kain
perlawanan di Kota parepare
Aura perjuangan sudah mulai terasa semenjak
bergabungnya Safri atau pallik di dalam barisan pejuang pembebasan ini, dengan
ikrar suci dan konsolidasi non-formal di lapangan A. Makkasau dengan beberapa
program dan stratak yang terurai sebagai bentuk manifestasi dari keseriusan dan
keyakinan Pallik, Ame’ dan Ikkhy untuk membangun atau membentuk organisasi
massa mahasiswa yang berorientasikan perjuangan klas dan berlandaskan
materialisme dialektika history.
Gerak-gerik mulai mereka tajamkan, kekompakan
semakin mereka eratkan walaupun tak jarang kritik oto kritik di lontarkan namun
semua itu adalah proses untuk lebih mematangkan perspektif klasnya hingga akan
mampu menopang perjuangan kedepan yang masih sangat jauh dan tingkatan
rintangan yang lebih sulit.
Bolak-balik UMPAR dan STAIN menjadi aktifitas
keseharian bahkan terkadang kuliah pun di tinggalkan demi cita-cita pembangunan
gerakan ini. Walaupun pada akhirnya semua itu pun menjadi sebuah kritik balik
kepada mereka bahwa dalam perjuangannya bukan berarti harus meninggalkan
kuliah. Persuasif atau individu ke individu merupakan metode awal untuk
melancarkan agitasi dan propaganda, hingga pada akhir 2013 berhasil
mengumpulkan beberapa calon anggota yang di dominasi oleh perempuan.
Tanggal 12-13 November 2013 menjadi hari
bersejarah dalam rekam jejak GPMD karena di hari itulah menjadi awal
berkumpulnya beberapa mahasiswa yang bersepakat untuk berjuang bersama, dan
juga berkat bantuan dari kawan-kawan FMD Makassar yang menjadi fasilitator
dalam acara pembaptisan Ame’ Pallik, Ikkhy, dan 6 orang cewek lainnya yang
kemudian sepakat akan berjuang bersama dalam garis berlawan yang satu landasan
yaitu perjuangan klas pekerja. Awalnya, GPMD yang kemudian di singkat Gerakan
Perjuangan Mahasiswa Demokratik belum pernah terucapkan bahkan sama sekali
tidak pernah terfikir akan nama organisasi itu, karena pada awalnya pun setelah
pendidikan di tanggal 12-13 november itu, kesepakatan yang lahir dari Ame’
Ikhhy, dan Pallik adalah menggunakan nama FMD (Front Mahasiswa Demokratik) yang
secara tidak langsung secara struktural berhubungan dengan FMD Makassar. namun
ternyata hal tersebut akhirnya tidak terealisasikan karena ketidakefesiennya
gerakan kedepan ketika teritori atau sel-sel yang di buat dengan identitas yang
sama, walaupun pada lanjutannya pun hal tersebut masih menuai pendiskusian.
Pertengahan desember barulah kemudian Nama
GPMD berhasil di susun oleh Ikkhy dan Ame’ di dalam kamar kostnya, yang dengan
berbagai macam opsi yang lahir diawalnya, seperti FORMASI (Forum Mahasiswa
Demokrasi), NAPAK (Naungan Pemuda Kerakyatan), JMD (Jaringan Mahasiswa
Demokratik), GPMD (Gabungan Pemuda Mahasiswa Demokratik), dan Akhirnya terpilih
GPMD (Gerakan Perjuangan Mahasiswa Demokratik).
Aura semangat semakin terpancar dari
kader-kader GPMD yang secara organisasional belum mendeklarasikan diri itu,
terbukti geraknya semakin masif walaupun masih terbilang underground atau bawah
tanah itu (sembunyi-sembunyi). Situasi kondisi memaksa GPMD bermain di dua
kaki. Pertama melakukan penyusupan terhadap organ-organ cipayung dan juga
melakukan perekrutan secara sembunyi-sembunyi (masih dengan metode persuasif).
Terpaksa
Muncul Kedaratan
Aroma menyengat mulai tercium oleh
kelompok-kelompok cipayung, GPMD mulai di selidiki bahkan tak jarang terdengar
intrik dan intimidasi bentuk psikologi (Non-Fisik) yang di lontarkan oleh
kelompok cipayung yang sangat menentang berdirinya gerakan kiri di parepare.
Hingga tersiar kabar bahwa salah-satu kelompok cipayung di STAIN Parepare
berniat melenyapkan GPMD yang baginya sebagai racun mematikan.
Intimidasi tidak cukup sampai disitu, di
ketahuinya Ame’ sebagai salah-satu penggagas GPMD ini akhirnya membawa berbagai
macam cobaan yang tidak mudah bagi Ame’ bahkan sempat ia berfikir untuk
menyudahi semuanya atau mengubur dalam-dalam mimpinya itu (membubarkan GPMD).
Ame seringkali di interogasi oleh beberapa senior yang notabenenya adalah
pentolan-pentolan cipayung yang mendominasi STAIN. Kampus yang kental dengan
budaya senioritasnya memaksa Ame’ untuk tetap tunduk kepada pentolan-pentolan
tersebut.
Ame’ beberapa kali di interogasi bahkan
seringkali mendapat intimidasi walaupun tidak berbentuk kontak fisik layaknya
seorang tahanan politik yang di tahan oleh koramil di zaman 98 dahulu. Walaupun
tekanan dari para senior sekampung dan sekampus seakan mengingat Ame’ namun
bukan berarti memutus komunikasi dengan Ikkhy dan Pallik yang belum di ketahui
posisinya itu untuk terus membicarakan strategi taktik yang harus di lakukan
GPMD dengan kondisi yang terhempit itu.
Hari-hari demi hari terlalui, waktu demi
waktu berlalu yang senantiasa meninggalkan kondisi-kondisi yang berdialektis kemudian
selanjutnya memaksa kader-kader GPMD ini untuk mampu atau kembali menajamkan
pembacaan situasi kondisinya. Hingga suatu waktu, entah hidayah seperti apa
yang di dapati GPMD sehingga keberanian untuk muncul kedaratan itu akhirnya
menggebu dan bergejolak. Layaknya sebuah insureksi di tengah krisis, Ame’
melepaskan diri dari tekanan senior. Ikkhy, Pallik dan kader-kader perempuan
lainnya mulai membuka topeng dan juga memunculkan diri ke daratan. Jelas ini
menjadi pukulan yang sangat berat bagi para senior. GPMD mulai diserukan,
tulisan-tulisan sudah mulai mengotori dinding-dinding usang kampus dan juga
mulai di gumam-gumamkan oleh mulut-mulut mahasiswa terkhusus di UMPAR.
Namun tidak semudah membalikkan telapak
tangan sebuah kesuksesan atau eksistensi yang sudah di tangan Kader-kader GPMD,
terbukti bahwa di tengah himpitan intimidasi yang sudah mulai berkurang dari
kelompok dan person lain dan justru sebaliknya GPMD sudah mulai di akui dan
disegani, namun kembali lagi GPMD mengalami masa kritisnya. Kemunduran itu
selain intimidasi tersebut juga di dapatkan dari regulasi kampus dan
kegiatan-kegiatan lainnya dari keluarga pagutuban yang memang di sadari
kader-kader GPMD berasal dari satu daerah yang sama. Dan juga tidak terlepas
dari aktifitas kadernya yang secara individu menyibukkan.
Mundurnya 4 orang kader termasuk Sekretaris
Jenderal menjadi akibat dari semua masalah di atas. Dan terputusnya atau lebih
kepada mis komunikasinya antara Ame’ dan pallik serta sibuknya Ikkhy dengan
komunitas barunya (reggae Parepare). Dilain sisi yang menjadi penyebabnya juga
adalah ketidak mampuannya GPMD memanage program yang harus di prioritaskan.
Tapi untungnya semua itu tidak berlarut-larut
terbukti setelah masuk ke periode berikutnya pendidikan kembali di gelar dengan
calon anggota yang berjumlah belasan orang. Hingga GPMD secara organisasional
kembali jalan seperti biasanya bahkan lebih massif dan progres lagi.
Berjaring
Dengan SGMK (Sentra Gerakan Muda Kerakyatan)
Kemassifan gerakan GPMD semakin di
perlihatkan dengan ikut serta dalam pembangunan jaringan / organisasi Nasional
bersama dengan organisasi-organisasi lainnya di setiap daerah. Pertemuan nasional
yang di hadiri oleh Ame’ di cilember Bogor 26-27 Februari 2014 menjadi titik
awal keikutsertaan GPMD dalam pembangunan organisasi nasional tersebut.
Di hari kamis, 04 April 2014 menjadi hari
bersejarah berikutnya karena di hari tersebut GPMD secara organisasional
mendeglarasikan diri sebagai organisasi yang sah secara pencatatan dan konstitusinya.
Pendidikan demi pendidikan serta agitasi dan
propaganda kembali di masifkan oleh GPMD SGMK demi menopang perjuangan dalam
skala kota parepare dan juga kelanggaman perjuangan dalam skala nasional yaitu
dengan SGMK.
GPMD SGMK kini semakin massif saja terbukti
berbagai macam kegiatan yang sudah di lakukan serta undangan diskusi dan
konsolidasi dari kelompok cipayung pun sudah menjadi pembenar bahwa GPMD SGMK
sudah tercatat sebagai salah satu organisasi eksternal kampus yang spekturm
Kiri.
Ibaratnya sebuah Game, semakin bertambahnya
level permainan akan bertambah juga tingkat kesulitannya. Begitupun juga dengan
GPMD SGMK yang dengan kapasitas serta ketajaman perspektif yang sudah mulai
terbangun juga semoga mampu melewati bergai macam rintang yang jelas lebih kuat
juga dalam menghempas.
Salam Pembebasan, Salam Rakyat Pekerja !
Rekam Jejak: Sekilas Tentang GPMD SGMK Parepare
4/
5
Oleh
Redaksi