Berpendidikan
adalah merupakan cita-cita ulung sebagi seorang manusia yang kemudian bisa atau
tidaknya di realisasikan. Dengan pendidikan pula akan melahirkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Berbicara soal pendidikan jelas akan berkaitan dengan
lembaga pendidikan formal, informal maupun
nonformal, karna lembaga pendidikan yang menjadi salah satu penentu sukses atau
tidaknya manusia menjadi terdidik atau manusia yang berpendidikan. Pengertian pendidikan
sendiri menurut Paulo Freire, yaitu
memanusiakan manusia. Memanusiakan menusia yang sebenarnya adalah tujuan dari
pendidikan dan kemudian menjadi garis besar bagi kita akan tujuan pendidikan
tersebut. Mengapa demikian di sebut sebagai cara untuk memanusiakan manusia ?
karna jelas dengan pendidikan manusia akan bertindak selayaknya sebagai seorang
manusia. Manusia bisa saja di katakan tidak bertindak sabagai manusia walau
sebanarnya manusia jelas merupakan makhluk yang berakal budi atau Animal Rationale. Kekhasan manusia di
bandingkan dengan binatang terletak pada akal budinya. Kemudian mungkin ada
yang berfikir bahwa tanpa pendidikanpun manusia akan tetap bertindak sebagai
manusia pada umumnya. Sebenarnya tidak ! tindakan manusia bisa saja seperti
binatang ketika akal budinya itu luntur atau cacat kemudian bertingkahlah
manusia seperti binatang. Jadi sebenarnya semuanya itu akan kembali lagi pada
peran pendidikan terhadap kehidupan manusia.
Bila manusia yang kita inginkan
adalah manusia yang utuh dalam semua segi kemanusiaannya, maka jelaslah bahwa
pendidikan yang bertujuan untuk membantu manusia menjadi manusia seutuhnya
haruslah menyangkut semua unsur manusia itu sendiri. Itu berarti bahwa semua
segi kehidupan seperti spiritualitas, moralitas, sosialitas, rasionalitas, dan
rasa. Semuanya perlu mendapatlkan porsi masing-masing dalam proses pendidikan.
Pendidikan jelas bukan hanya menekankan pada segi pengetahuan saja (kognitif),
tetapi harus juga menekankan pada segi emosi, rohani, hidup bersama, dan
lain-lain. Pendidikan yang hanya menekankan pada segi pengetahuan apalagi hanya
dengan Nilai Ebtanas Murni (NEM), akan mengakibatkan anak didik tidak
berkembang menjadi manusia yang utuh.
Manusia dan pendidikan sangat
berkaitan. Keterkaitan pendidikan sendiri dengan manusia terletak pada tujuan
pendidikan itu sendiri. Tapi kali ini pembicaraan kita akan di khususkan pada
dunia pendidikan yang semakin tak terjangkau bagi manusia yang dimana ketika
sudah tidak terjangkau maka jelas manusia tidak akan berpendidikan dan ketika
sudah tidak berpendidikan maka jelas tindakan yang di realisasikan oleh manusia
di kehidupannya akan seperti halnya binatang. Lalu kalau seperti itu, maka
sipakah yang akan di salahkan ?
Sistem Pendidikan Di
Indonesia
S
|
istem pendidikan
merupakan salah satu hal yang sangat berperan dalam kelancaran proses
pendidikan seorang manusia. Sistem pendidikan di Indonesia sendiri kini jelas
mengeluarkan beberapa komentar yang bernada pro maupun kontra. Dalam amanat UUD
1945 di nyatakan bahwa akan mencerdaskan kehidupan bangsa, tapi kemudian apa
yang kita lihat dan rasakan, jelas masih jauh dari kecerdasan apalagi secara
menyeluruh di Indonesia. Di Indonesia masih banyak kita temukan orang-orang
jauh dari kata pendidikan semua itu bukan karna mereka tidak ingin bersekolah
atau berpendidikan tapi karna pendidikan yang seakan begitu mahal. Bahkan
dikatakan bahwa orang miskin dilarang sekolah. Semua itu akan membawa kita
kembali bertanya apakah yang kemudian kita salahkan akan permasalahan itu ?
Yang termaktub dalamUndang-Undang
dasar 1945, pasal 31 ayat 2 “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”Undang-undang tersebut juga
dipertegas didalam Undang-Undang nomor 20 tentangUndang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (USPN) pasal 46 yang mengatakan bahwa“Pendanaan pendidikan menjadi
tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.” Hal
ini menandakan bahwa pendanaan untuk sekolah dan biaya pendidikan tidak hanya
dibebankan kepada orang tua saja tetapi juga menjadi tanggung jawab dan
kewajiban dari pemerintah. Didalam undang-undang nomor 20/ 2003, pasal 34
ayat 2 tentang Sisdiknas juga menyatakan bahwa “pemerintah menjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya.” Namun, sepertinya fakta di lapangan berkata lain.
Pendididkan sungguh sangat jauh atau seakan menjadi mimpi yang tak akan
terealisasikan bagi sebahagian masyarakat Indonesia pada umumnya.(tulisan Syaharuddin Zarukh “Liberalisasi
Pendidikan”)
Realita pendidikan di
Indonesia saat ini menunjukkan adanya proses pembaharuan sistem secara
berkelanjutan. Mulai dari standardisasi nilai Ujian Akhir Nasional hingga
kebijakan penerapan otonomi kampus di Perguruan Tinggi dengan mengeluarkan
Undang-UndangNomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Semua sistem
yang hari ini berusaha diterapkan pada dunia pendidikan di Indonesia
menimbulkan berbagai fenomena unik, mulai dari penolakan keras hingga kritik
terhadap sistem tersebut.
Dr.dr.B.M Wara Kushartanti
(pemerhati pendidikan.red), mengungkapkan bahwa sistem pendidikan Indonesia
tidak membuat siswa kreatif karena hanya terfokus pada proses logika,
kata-kata, matematika, dan urutan dominan. Akibatnya perkembangan otak siswa
tidak maksimal dan miskin ide baru.Pernyataan tersebut mungkin ada benarnya
jika dikaitkan dengan proses pendidikan hari ini. Value Oriented yang dimaknai
sebagai hasil akhir, bukan dari proses yang dilakukan, terkadang menjerumuskan
paradigma pendidikan. Sehingga tak aneh ketika seorang sarjana dengan IPK Cum
Laude tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengaplikasikan ilmu yang didapatkan
di bangku perkuliahan. Orientasi pada nilai cenderung mengesampingkan proses
kreatifitas yang justru dibutuhkan ketika “terjun” di masyarakat.
Dalam pandangan kritis,
tugas pendidikan adalah melakukan refleksi kritis terhadap sistem dan “ideologi
dominan” yang tengah berlaku di masyarakat, menantang sistem yang tidak adil
serta memikirkan sistem alternatif ke arah transformasi sosial menuju suatu
masyarakat yang adil. Dengan kata lain, tugas utama pendidikan adalah
“memanusiakan” kembali manusia yang mengalami “dehumanisasi” karena sistem dan
struktur yang tidak adil.Konsep yang coba untuk dituangkan oleh Paulo Freire,
seorang pemikir berkebangsaan Brazil adalah “proses pendidikan Sosial”. Dalam
hal ini, sistem pendidikan menempatkan pelajar sebagai subjek bukan objek.
Sedangkan realita sosial yang terjadi di sekitar dijadikan sebagai materi
pembelajaran. Proses ini mengantarkan terwujudnya dialektika dan kesadaran
kritis dari tiap individu.
Terkait dengan sistem
pendidikan di Indonesia yang masih berorientasi pada nilai akhir, maka konsep
“pendidikan kritis” oleh Paulo Freire ini dapat merubah paradigma pendidikan
tersebut. Perubahan paradigma pendidikan yang berorientasi pada nilai agaknya
perlu diikuti dengan perubahan sistem yang lebih “humanis” dan berkeadilan
karena mengingat kembali bahwa tujuan yang diemban negara Indonesia adalah
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang berlandaskan pancasila. Pada akhirnya,
pendidikan tak hanya dimaknai sekedar ajang mencari nilai bagus dan ijazah
sebagai bentuk legitimasi. Namun lebih dari itu, pendidikan adalah suatu proses
untuk memanusiakan manusia dan membentuk manusia yang beradab dan berkontribusi
bagi peradaban bangsa.(Bustamin Tato’ Si Poetra
Pattae’)
Sekolah Adalah
Pembodohan ?
S
|
ekolah adalah
pembodohan, jelas akan menjadi tanda tanya besar bagi pembaca. Mengapa demikian
sekolah di katakan sebagai justru alat pembodohan. Semua itu tidak terlepas
dari fakta yang kini terjadi di beberapa sekolah. Dimana dari sisi seorang
peserta didik yang ketika tidak ada guru atau pengajar maka perasaan kecewa
atau penyesalan tidak akan terlihat justru kegembiraanlah yang terlihat dari
para siswa (pengalaman ketika di SMAGA). Semua itu bukan karna siswa yang
benar-benar tidak ingin belajar tapi karna di sekolah memang tidak adanya
pembentukan krakter yang kemudian melahirkan pelajar-pelajar yang seperti tadi.
Dari sisi para guru pun demikian halnya. Dimana kita sering mendapatkan siswa
dan guru bekerja sama agar proses pembelajaran tidak berlangsung di karenakan
oleh guru yang memang tidak berniat untuk mengajar atau mungkin kelelahan/bad
mood. Dan semua itu jelas menjadi kegembiraan bagi para siswa. Dari sini kita
sudah bisa menilai bahwa sekolah memang ajang pembodohan !
Dalam hal ini saya akan mengemukakan
beberapa kejadian seperti di atas yang kemudian akan memperkuat penilaian
tentang sekolah sebagai ajang pembodohan di antaranya :
a.
Bisnis
di sekolah, jelas menimbulkan pemikiran tentang tidak efektifnya proses
pendidikan di sekolah. Bisnis ini justru tidak hanya di lakukan oleh
pihak-pihak yang jauh dari ruang lingkup sekolah seperti siswa dan guru. Siswa
sering menjadi pebisnis atau pedagang di sekolah entah semua itu karna tuntutan
dari keluarga atau dari kemauan sendiri. Bisnisnya berbagai hal mulai dari hal
yang positif sampai dengan hal yang berbau negatif, seperti halnya perdagangan
barang curian, narkoba sampai prostitusi. Dan kemudian dari pihak pengajar atau
guru yang dimana nilai yang menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi siswa
untuk kelancaran proses akademisinya menjadi hal yang di perjualbelikan oleh
para guru. Artinya guru menjual nilai kepada siswa yang ingin mendapatkan nilai
yang memuaskan.
b.
Tidak
transparannya kegiatan-kegiatan dari officional atau pemerintahan sekolah yang
kemudian melahirkan beberapa kecurangan. Seperti halnya memberikan keluasan
bagi orang tua siswa yang berkantong tebal dalam hal ini orang kaya, untuk
lebih bisa menguasai sekolah atau justru mengatur sekolah.
Masih banyak
hal-hal yang berbau perdagangan atau kecurangan yang terjadi di dunia
pendidikan atau suatu lembaga pendidikan atau sekolah. Dan kemudian kembali
lagi bahwa hal seperti itu sudah jelas menjadi racun bagi proses penyerdasan
bagi peserta didik.
Revolusi Pendidikan
Indonesia
L
|
alu ketika kita sudah menyadari akan
dunia pendidikan sekarang ini. Apakah kita akan terus tertunduk menerimanya dan
semakin menjadi bodohlah kita dalam kebodohan. Semua itu harus di rubah
sehingga cita-cita bangsa “mencerdaskan kehidupan bangsa” dan menciptakan sumber
daya manusia yang berkulitas dan berhasil memanusiakan manusia. Semua itu tidak
terlepas dari pendidikan yang kemudian harus terjangkau, berkualitas, ilmiah,
demokratis, dan bervisi kerakyatan.
Menanggapi daripada hal yang terjadi
dikalangan social sekarang ini sangatlah dibutuhkan dengan cara yang serius
mengingat bahwa adanya generasi selanjutnya yang kemudian menjadi penentu arah
bangsa kedepannya.
a.
Terjangkau
Terjangkaudalam
artian, secara ekonomi dan mampu di akses oleh seluruh anak bangsa tanpadiskriminasi
ekonomi, politik, sosial, budaya dan agama.
Berkualitas
dalam artian, mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkuitas pula
yangdapat diandalkan dalam memajukan peradaban bangsa yang terbelakang ini.
c.
Ilmiah
Ilmiahdalam
artian, sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan serta terbuka bagi
pradigmakritis.
d.
Demokratis
Demokratisdalam
artian, secara metode pembelajaran dimana adanya kebebasan mengembangkanpotensi
pada diri sendiri dan pengambilan kebijakan
e.
Bervisi kerakyatan
Bervisikerakyatan
dalam artian pendidikan bertujun untukmemecahkan permasalahanrakyat dengan
berpihak kepada rakyat dan beroposisi terhadap para penindas.
Kesadaran
manusia akan tercipta setelah adanya keadaan yang memaksanya tercipta kemudian
tergantung dari kita yang kemudian seharusnya menciptakan keadaan yang
berkualitas lagi. Dalam hal ini ketika kita sudah mengetahui semua bentuk
pendidikan di Indonesia maka kembali kepada kita semua apakah akan tetap
tekurung di dalam pendidikan yang justru semakin membodohi ini.
“Semua Orang Adalah Guru
Alam Raya Sekolahku”
Sekretariat : Jl. Laupe,
SoreangParepare
Email : eranbathoe@yahoo.com
Facebook : GpmdKp-SgmkParepare
Blog : gpmdparepare.blogspot.com
Email : eranbathoe@yahoo.com
Facebook : GpmdKp-SgmkParepare
Blog : gpmdparepare.blogspot.com
Hilangnyarohmahasiswa
..
DARI KRITIS
HINGGA KRISIS..
Berbicaratentangmahasiswatidakterlepasdarijenjangpendidikan yang
lebihtinggi, dimanamenjadisesuatu yang
sangatluarbiasaditengah-tengahkalanganmasyarakat social yang ada,
baikdarihakmaupunkewajiban yang adapadamahasiswaitusendiri.Bahwasanyakitaketahuiadakewajiban
yang
harusdijalankanolehmahasiswamenjadititipanmasyarakat.Yaknipenyambunglidahdarimasyarakatkepemerintahataudikenalsebagaiaspirasimasyarakat,
inilahhal yang sangatbesaruntukdijagaolehkalanganmahasiswasebagaipencitraannilaipositifdaripandangan
social socaity.Ketikakitakembalipadarekamansejarahmahasiswasangatlahbesarperananmahasiswadalampengawalanmasalah
social maupundikalanganbirokrasi, kitalihatdarigerakan-gerakan yang
pernahdiukirdalamcatatansejarahnasiaonalketikamahasiswamenolaksistempenindasan
yang dilakukankalanganpemerintahbaikitu (KKN) maupunkenaikanbahanpangan yang
ada. Takkalahebatnyalagikarenawaktuitu yang menjaditulangpunggungbagi Negara
adalahmahasiswa, dilihatdarigerakan-gerakan yang dilakukanmulaidariorde lama
(orla) hinggasampaipadarevormasi.
Sekolah Sebagai Industri Manusia
4/
5
Oleh
Redaksi