photo hhhhhhhhiii_zps9dd37855.jpeg" />  photo hhdrhhdhdrhdh_zps2794a59b.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />  photo 565465645565_zps62adc85f.jpeg" />

Senin, 10 November 2014

Sekolah Sebagai Industri Manusia



Sekolah Sebagai Industri Manusia
Berpendidikan adalah merupakan cita-cita ulung sebagi seorang manusia yang kemudian bisa atau tidaknya di realisasikan. Dengan pendidikan pula akan melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Berbicara soal pendidikan jelas akan berkaitan dengan lembaga pendidikan formal, informal maupun nonformal, karna lembaga pendidikan yang menjadi salah satu penentu sukses atau tidaknya manusia menjadi terdidik atau manusia yang berpendidikan. Pengertian pendidikan sendiri menurut Paulo Freire, yaitu memanusiakan manusia. Memanusiakan menusia yang sebenarnya adalah tujuan dari pendidikan dan kemudian menjadi garis besar bagi kita akan tujuan pendidikan tersebut. Mengapa demikian di sebut sebagai cara untuk memanusiakan manusia ? karna jelas dengan pendidikan manusia akan bertindak selayaknya sebagai seorang manusia. Manusia bisa saja di katakan tidak bertindak sabagai manusia walau sebanarnya manusia jelas merupakan makhluk yang berakal budi atau Animal Rationale. Kekhasan manusia di bandingkan dengan binatang terletak pada akal budinya. Kemudian mungkin ada yang berfikir bahwa tanpa pendidikanpun manusia akan tetap bertindak sebagai manusia pada umumnya. Sebenarnya tidak ! tindakan manusia bisa saja seperti binatang ketika akal budinya itu luntur atau cacat kemudian bertingkahlah manusia seperti binatang. Jadi sebenarnya semuanya itu akan kembali lagi pada peran pendidikan terhadap kehidupan manusia.
            Bila manusia yang kita inginkan adalah manusia yang utuh dalam semua segi kemanusiaannya, maka jelaslah bahwa pendidikan yang bertujuan untuk membantu manusia menjadi manusia seutuhnya haruslah menyangkut semua unsur manusia itu sendiri. Itu berarti bahwa semua segi kehidupan seperti spiritualitas, moralitas, sosialitas, rasionalitas, dan rasa. Semuanya perlu mendapatlkan porsi masing-masing dalam proses pendidikan. Pendidikan jelas bukan hanya menekankan pada segi pengetahuan saja (kognitif), tetapi harus juga menekankan pada segi emosi, rohani, hidup bersama, dan lain-lain. Pendidikan yang hanya menekankan pada segi pengetahuan apalagi hanya dengan Nilai Ebtanas Murni (NEM), akan mengakibatkan anak didik tidak berkembang menjadi manusia yang utuh.
            Manusia dan pendidikan sangat berkaitan. Keterkaitan pendidikan sendiri dengan manusia terletak pada tujuan pendidikan itu sendiri. Tapi kali ini pembicaraan kita akan di khususkan pada dunia pendidikan yang semakin tak terjangkau bagi manusia yang dimana ketika sudah tidak terjangkau maka jelas manusia tidak akan berpendidikan dan ketika sudah tidak berpendidikan maka jelas tindakan yang di realisasikan oleh manusia di kehidupannya akan seperti halnya binatang. Lalu kalau seperti itu, maka sipakah yang akan di salahkan ?
Sistem Pendidikan Di Indonesia
S
istem pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat berperan dalam kelancaran proses pendidikan seorang manusia. Sistem pendidikan di Indonesia sendiri kini jelas mengeluarkan beberapa komentar yang bernada pro maupun kontra. Dalam amanat UUD 1945 di nyatakan bahwa akan mencerdaskan kehidupan bangsa, tapi kemudian apa yang kita lihat dan rasakan, jelas masih jauh dari kecerdasan apalagi secara menyeluruh di Indonesia. Di Indonesia masih banyak kita temukan orang-orang jauh dari kata pendidikan semua itu bukan karna mereka tidak ingin bersekolah atau berpendidikan tapi karna pendidikan yang seakan begitu mahal. Bahkan dikatakan bahwa orang miskin dilarang sekolah. Semua itu akan membawa kita kembali bertanya apakah yang kemudian kita salahkan akan permasalahan itu ?
Yang termaktub dalamUndang-Undang dasar 1945, pasal 31 ayat 2 “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”Undang-undang tersebut juga dipertegas didalam Undang-Undang nomor 20 tentangUndang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (USPN) pasal 46 yang mengatakan bahwa“Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.” Hal ini menandakan bahwa pendanaan untuk sekolah dan biaya pendidikan tidak hanya dibebankan kepada orang tua saja tetapi juga menjadi tanggung jawab dan kewajiban dari pemerintah. Didalam  undang-undang nomor 20/ 2003, pasal 34 ayat 2 tentang Sisdiknas juga menyatakan bahwa “pemerintah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.” Namun, sepertinya fakta di lapangan berkata lain. Pendididkan sungguh sangat jauh atau seakan menjadi mimpi yang tak akan terealisasikan bagi sebahagian masyarakat Indonesia pada umumnya.(tulisan Syaharuddin Zarukh “Liberalisasi Pendidikan”)
Realita pendidikan di Indonesia saat ini menunjukkan adanya proses pembaharuan sistem secara berkelanjutan. Mulai dari standardisasi nilai Ujian Akhir Nasional hingga kebijakan penerapan otonomi kampus di Perguruan Tinggi dengan mengeluarkan Undang-UndangNomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Semua sistem yang hari ini berusaha diterapkan pada dunia pendidikan di Indonesia menimbulkan berbagai fenomena unik, mulai dari penolakan keras hingga kritik terhadap sistem tersebut. 
Dr.dr.B.M Wara Kushartanti (pemerhati pendidikan.red), mengungkapkan bahwa sistem pendidikan Indonesia tidak membuat siswa kreatif karena hanya terfokus pada proses logika, kata-kata, matematika, dan urutan dominan. Akibatnya perkembangan otak siswa tidak maksimal dan miskin ide baru.Pernyataan tersebut mungkin ada benarnya jika dikaitkan dengan proses pendidikan hari ini. Value Oriented yang dimaknai sebagai hasil akhir, bukan dari proses yang dilakukan, terkadang menjerumuskan paradigma pendidikan. Sehingga tak aneh ketika seorang sarjana dengan IPK Cum Laude tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengaplikasikan ilmu yang didapatkan di bangku perkuliahan. Orientasi pada nilai cenderung mengesampingkan proses kreatifitas yang justru dibutuhkan ketika “terjun” di masyarakat. 
Dalam pandangan kritis, tugas pendidikan adalah melakukan refleksi kritis terhadap sistem dan “ideologi dominan” yang tengah berlaku di masyarakat, menantang sistem yang tidak adil serta memikirkan sistem alternatif ke arah transformasi sosial menuju suatu masyarakat yang adil. Dengan kata lain, tugas utama pendidikan adalah “memanusiakan” kembali manusia yang mengalami “dehumanisasi” karena sistem dan struktur yang tidak adil.Konsep yang coba untuk dituangkan oleh Paulo Freire, seorang pemikir berkebangsaan Brazil adalah “proses pendidikan Sosial”. Dalam hal ini, sistem pendidikan menempatkan pelajar sebagai subjek bukan objek. Sedangkan realita sosial yang terjadi di sekitar dijadikan sebagai materi pembelajaran. Proses ini mengantarkan terwujudnya dialektika dan kesadaran kritis dari tiap individu. 
Terkait dengan sistem pendidikan di Indonesia yang masih berorientasi pada nilai akhir, maka konsep “pendidikan kritis” oleh Paulo Freire ini dapat merubah paradigma pendidikan tersebut. Perubahan paradigma pendidikan yang berorientasi pada nilai agaknya perlu diikuti dengan perubahan sistem yang lebih “humanis” dan berkeadilan karena mengingat kembali bahwa tujuan yang diemban negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang berlandaskan pancasila. Pada akhirnya, pendidikan tak hanya dimaknai sekedar ajang mencari nilai bagus dan ijazah sebagai bentuk legitimasi. Namun lebih dari itu, pendidikan adalah suatu proses untuk memanusiakan manusia dan membentuk manusia yang beradab dan berkontribusi bagi peradaban bangsa.(Bustamin Tato’ Si Poetra Pattae’)



Sekolah Adalah Pembodohan ?
S
ekolah adalah pembodohan, jelas akan menjadi tanda tanya besar bagi pembaca. Mengapa demikian sekolah di katakan sebagai justru alat pembodohan. Semua itu tidak terlepas dari fakta yang kini terjadi di beberapa sekolah. Dimana dari sisi seorang peserta didik yang ketika tidak ada guru atau pengajar maka perasaan kecewa atau penyesalan tidak akan terlihat justru kegembiraanlah yang terlihat dari para siswa (pengalaman ketika di SMAGA). Semua itu bukan karna siswa yang benar-benar tidak ingin belajar tapi karna di sekolah memang tidak adanya pembentukan krakter yang kemudian melahirkan pelajar-pelajar yang seperti tadi. Dari sisi para guru pun demikian halnya. Dimana kita sering mendapatkan siswa dan guru bekerja sama agar proses pembelajaran tidak berlangsung di karenakan oleh guru yang memang tidak berniat untuk mengajar atau mungkin kelelahan/bad mood. Dan semua itu jelas menjadi kegembiraan bagi para siswa. Dari sini kita sudah bisa menilai bahwa sekolah memang ajang pembodohan !
            Dalam hal ini saya akan mengemukakan beberapa kejadian seperti di atas yang kemudian akan memperkuat penilaian tentang sekolah sebagai ajang pembodohan di antaranya :
a.      Bisnis di sekolah, jelas menimbulkan pemikiran tentang tidak efektifnya proses pendidikan di sekolah. Bisnis ini justru tidak hanya di lakukan oleh pihak-pihak yang jauh dari ruang lingkup sekolah seperti siswa dan guru. Siswa sering menjadi pebisnis atau pedagang di sekolah entah semua itu karna tuntutan dari keluarga atau dari kemauan sendiri. Bisnisnya berbagai hal mulai dari hal yang positif sampai dengan hal yang berbau negatif, seperti halnya perdagangan barang curian, narkoba sampai prostitusi. Dan kemudian dari pihak pengajar atau guru yang dimana nilai yang menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi siswa untuk kelancaran proses akademisinya menjadi hal yang di perjualbelikan oleh para guru. Artinya guru menjual nilai kepada siswa yang ingin mendapatkan nilai yang memuaskan.
b.      Tidak transparannya kegiatan-kegiatan dari officional atau pemerintahan sekolah yang kemudian melahirkan beberapa kecurangan. Seperti halnya memberikan keluasan bagi orang tua siswa yang berkantong tebal dalam hal ini orang kaya, untuk lebih bisa menguasai sekolah atau justru mengatur sekolah.
Masih banyak hal-hal yang berbau perdagangan atau kecurangan yang terjadi di dunia pendidikan atau suatu lembaga pendidikan atau sekolah. Dan kemudian kembali lagi bahwa hal seperti itu sudah jelas menjadi racun bagi proses penyerdasan bagi peserta didik.
Revolusi Pendidikan Indonesia
L
alu ketika kita sudah menyadari akan dunia pendidikan sekarang ini. Apakah kita akan terus tertunduk menerimanya dan semakin menjadi bodohlah kita dalam kebodohan. Semua itu harus di rubah sehingga cita-cita bangsa “mencerdaskan kehidupan bangsa” dan menciptakan sumber daya manusia yang berkulitas dan berhasil memanusiakan manusia. Semua itu tidak terlepas dari pendidikan yang kemudian harus terjangkau, berkualitas, ilmiah, demokratis, dan bervisi kerakyatan.
Menanggapi daripada hal yang terjadi dikalangan social sekarang ini sangatlah dibutuhkan dengan cara yang serius mengingat bahwa adanya generasi selanjutnya yang kemudian menjadi penentu arah bangsa kedepannya.


a.       Terjangkau
Terjangkaudalam artian, secara ekonomi dan mampu di akses oleh seluruh anak bangsa tanpadiskriminasi ekonomi, politik, sosial, budaya dan agama.
b.       Berkualitas
Berkualitas dalam artian, mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkuitas pula yangdapat diandalkan dalam memajukan peradaban bangsa yang terbelakang ini.
c.        Ilmiah
Ilmiahdalam artian, sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan serta terbuka bagi pradigmakritis.
d.       Demokratis
Demokratisdalam artian, secara metode pembelajaran dimana adanya kebebasan mengembangkanpotensi pada diri sendiri dan pengambilan kebijakan
e.        Bervisi kerakyatan
Bervisikerakyatan dalam artian pendidikan bertujun untukmemecahkan permasalahanrakyat dengan berpihak kepada rakyat dan beroposisi terhadap para penindas.

Kesadaran manusia akan tercipta setelah adanya keadaan yang memaksanya tercipta kemudian tergantung dari kita yang kemudian seharusnya menciptakan keadaan yang berkualitas lagi. Dalam hal ini ketika kita sudah mengetahui semua bentuk pendidikan di Indonesia maka kembali kepada kita semua apakah akan tetap tekurung di dalam pendidikan yang justru semakin membodohi ini.

“Semua Orang Adalah Guru
Alam Raya Sekolahku”
Sekretariat        : Jl. Laupe, SoreangParepare
Email               :
eranbathoe@yahoo.com
Facebook         : GpmdKp-SgmkParepare
Blog                 : gpmdparepare.blogspot.com
                       


Hilangnyarohmahasiswa ..
DARI KRITIS HINGGA KRISIS..
Berbicaratentangmahasiswatidakterlepasdarijenjangpendidikan yang lebihtinggi, dimanamenjadisesuatu yang sangatluarbiasaditengah-tengahkalanganmasyarakat social yang ada, baikdarihakmaupunkewajiban yang adapadamahasiswaitusendiri.Bahwasanyakitaketahuiadakewajiban yang harusdijalankanolehmahasiswamenjadititipanmasyarakat.Yaknipenyambunglidahdarimasyarakatkepemerintahataudikenalsebagaiaspirasimasyarakat, inilahhal yang sangatbesaruntukdijagaolehkalanganmahasiswasebagaipencitraannilaipositifdaripandangan social socaity.Ketikakitakembalipadarekamansejarahmahasiswasangatlahbesarperananmahasiswadalampengawalanmasalah social maupundikalanganbirokrasi, kitalihatdarigerakan-gerakan yang pernahdiukirdalamcatatansejarahnasiaonalketikamahasiswamenolaksistempenindasan yang dilakukankalanganpemerintahbaikitu (KKN) maupunkenaikanbahanpangan yang ada. Takkalahebatnyalagikarenawaktuitu yang menjaditulangpunggungbagi Negara adalahmahasiswa, dilihatdarigerakan-gerakan yang dilakukanmulaidariorde lama (orla) hinggasampaipadarevormasi.

Related Posts

Sekolah Sebagai Industri Manusia
4/ 5
Oleh

Berlangganan Melalui email

Jika Anda Menyukai Postingan Kami, Silahkan Subcribe Untuk Mendapatkan Updatenya Melalui Email.