Tulisan Balasan Kepada Nurham Sadiq (Nusantarakan Parepare)
OpiniSumber : http://ceritadisana.blogspot.co.id/ |
Catatan singkat yang bertajuk Nusantarakan
Parepare, mencoba menggambarkan begitu
beragamnya Parepare, tidak hanya itu, (menurut si empunya catatan) Parepare
kaya akan karakter, mulai dari letak geografis sampai pada tatanan budaya
masyarakat kota parepare. Catatan yang diulas dengan sedikit pengantar dari buku
Pandji (pekerja seni/artis)
NASIONAL – IS – ME. Buku yang mencoba menggambarkan keberagaman Indonesia, yang
pada buku itu tidak saya temukan arti sebenarnya kata “Nasionalisme” selain
kecintaan terhadap bangsa yang dilandasi dari keindahan bumi pertiwi dan
jalan-jalannya si penulis di beberapa daerah di Indonesia selanjutnya
kejutan-kejutan yang ia temui. Tak kudapati bagaimana Nasionalisme Indonesia
ini terbangun, atau bagaimana asal muasal nasionalisme Indonesia, serta apa
sikap dan pandangannya atas pembangunan Nusantara yang dipenuhi darah
manusia-manusia yang punya perspektif nasion tersendiri, yang kemudian dilenyap
dan dibumi hanguskan oleh Gadjah Mada dengan pembenaran “Pembentukan
Nusantara”. Sebuah alasan yang tak logis dimasa dewasa ini, (melenyapkan nasion
kelompok lain dan menggantinya dengan nasion dengan cultur javanism/jawanisme,
dan belum tentu diingini apalagi sesuai dengan dasar sebuah nasional kelompok
tersebut, kelompok yang dilenyapkan).
Lanjut ke catatan Kanda Nurham, pada dasarnya saya
hanya ingin memberikan tanggapan
dan tambahan atas apa yg diuraikan dalam
catatan tersebut. Menyoal kota Parepare yang merupakan kota kecil yang kental
dengan budaya bugis islami, sebagai bukti ekspansi suku bugis. Seperti yang
dituliskan oleh Kanda Nurham bahwa dari budaya Bugis kemudian melahirkan
bermacam karakter masyarakat yang bisa dinilai dari gaya bahasa atau
lebih kepada intonasi saat berbicara. Atau dengan istilah yang sering disebut
oleh masyarakat Sulawesi pada umumnya “Bugis kasar dan Bugis halus”. Tak hanya
soal bahasa dan perilaku yang dikontruksi kultur Bugis, Kanda Nurham juga
mencoba menguraikan tentang Parepare dari keunikan letak geografisnya yang
belum tentu dimiliki oleh daerah-daerah lain, memang tidak bisa dinafikkan
bahwa Kota Parepare menjadi salah-satu daerah dari sedikit daerah di Indonesia
yang hampir semua sifat geografis ia miliki, mulai dari pesisir, daratan tinggi
dan rendah, sampai pada pegunungan. Tapi menurutku, itu tak cukup jika hanya
menjadi kebanggaan semata, karena pada dasarnya dan pada hukum ekonomi politiknya
dalam bidang tata ruang kota, Parepare dengan kekhasan seperti itu menjadi
magnet dan daya tarik bagi pemodal internasional, nasional, sampai domestic . Selain
Potensi kota wisata dan niaga, Parepare yang masih banyak lahan kosong ini,
juga menjadi daya tarik bagi pemodal untuk berinvestasi, terbukti bahwa
ternyata dalam beberapa kebijakan, mulai dari MP3EI (SBY-Jokowi), MEA, PAKET
EKONOMI JILID I – IV, KAPET, dll, Parepare menjadi salah-satu daerah di Sulawesi
yang mendapat prioritas pembangunan ekonominya, mulai dari penataan kota
(Mattiro tasi – Perombakan jalan – Fly Over – Pengkotakan kelompok masyarakat),
dan pembangunan infrastuktur pendukung modal seperti (Jalur Kereta Api –
kawasan Industri – pelabuhan internasional, dll), sampai hari ini, kabarnya
sudah banyak pemodal asing maupun domestic yang berebut lahan di parepare, bahkan prediksi yang lahir dari kelompok
diskusi Lingkar Studi Sosialis Jogja menilai bahwa konsep “Ajatappareng”
menjadi salah-satu pendukung untuk merombak basis ekonomi Parepare dan
daerah-daerah yang termasuk dalam Ajatappareng, artinya bahwa parepare menjadi
pusat atau sentral produksi dan distribusi bahan baku dari daerah tetangga,
hingga dengan perlahan basis struktur Ajatappareng beralih dari pertanian
menjadi industrialisasi, dengan melakukan pembersihan lahan perkebunan dan
persawahan yang kemudian diubah menajdi kawasan industry, kawasan niaga, perhotelan,
perumahan dan wisata dadakan. Dan seringkali pembersihan lahan itu dilakukan
dengan pembelian lahan dengan harga mahal kepada warga, agar warga mudah untuk
melepas lahannya, atau secara keji tapi soft dengan melakukan pembakaran lahan
atau bahkan perumahan warga di daerah pinggiran.
Lantas apakah kita akan berbangga dengan pembangunan
itu ? kalau mengekor ke tulisan kanda Nurham
sudah pasti bangga dan mengeluh-eluh kan pembangunan itu, bisa jadi hari
ini Makassar dalam pembangunan kota dunia, mungkin beberapa tahun kemudian Parepare
menjadi target berikutnya, sekali lagi apakah kita akan berbangga dengan hal
itu ?
Melanjutkan hasil diskusi teman-teman Mahasiswa Jogja tentang
situasi daerah Parepare, dari konsep Ajatappareng yang mencoba
mengindustrialisasi pertanian dan perkebunan yang menjadi basis ekonomi atau
basis struktur mayoritas masyarakat daerah-daerah yang termasuk didalam
Ajatappareng dan menjadikan Parepare sebagai pusat dari pada produksi dan
distribusi, akan meninggikan persentase tingkat urbanisasi atau perpindahan
orang-orang dari daerah tetangga sampai ke daerah lain di Sulawesi atau mungkin
dari luar Sulawesi, yang pada dasarnya dari penigkatan urbanisasi itu akan
meningkat pula jumlah pengangguran, masyarakat miskin kota dan sudah pasti akan
berakhir pada penyingkiran, pemarjinalan, dan penggusuran (dalam bahasa
pemerintahan “penertiban”). Dan begitu seterusnya
Selain itu, pengindustrialisasian atau bahasa
kerennya, peng-Kapitalisasi-an Kota parepare akan berdampak pada semua sector tidak
hanya ekonomi dan politik, tapi juga pendidikan, budaya, yang kemudian
melahirkan struktur masyarakat serta karakter masyarakat yang didasarkan pada
pembangunan tersebut, yang awalnya masyarakat parepare (seperti yang dituliskan
Nurham, Dermawan, atau berjiwa social tinggi) kedepan sudah jelas akan
sebaliknya menjadi masyarakat yang individualistik, modernistik, yang kemudian
budaya gotong royong tak lagi dikenal. Sebelum berlanjut pada dampak-dampak pembangunan, saya mau
menerangkan bahwa pembangunan di abad 21 ini, bukanlah pembangunan yang
berpihak kepada rakyat yang ekonominya
menengah kebawah, lanjut, karena dalam sector ekonomi, pembangunan itu
sejatinya adalah liberalisasi pasar atau neoliberalisme, yang membuat
kesenjangan yang sangat signifikan antara pengusaha dengan modal besar dan pengusaha
dengan modal kecil, mulai dari kekalahn dalam melakukan ekspansi sampai pada
akumulasi keuntungan. Dari sector politik akan melahirkan kebobrokan-kebobrokan
politisi (seperti yang disebutkan juga oleh Kanda Nurham) seperti
kebijakan-kebijakan atau PERDA didasarkan pada kepentingan pengusahan modal
besar, yang sejatinya tidak berpihak pada masyarakat local. Selain pemerintahan
yang melahirkan kebijakan-kebijakan dari runutan MEA, MP3EI, Paket Ekonomi
JOKOWI-JK, dan lingkaran-lingkaran setan lainnya, situasi politik juga akan
semakin menegasikan moral baik politisi hingga kemudian yang kita lihat hanyalah,
klik diantara kelompok/individu, meningkatnya budaya korupsi, dan
kebejatan-kebejatan pemerintah lainnya, layaknya di Ibu kota atau kota-kota
megapolitan dan metropolitan.
Semua dampak yang lahir dari peng-kapitalisasi-an
tersebut akan merembet kesemua sector seperti yang saya tuliskan sebelumnya. Dan
sekali lagi dan untuk yang kesekian kalinya, apakah kita akan berbangga hati ?
entah apa yang ada dipikiran seorang Presiden Mahasiswa dan ketua cabang ormas
mahasiswa sekaliber PMII (pergerakan mahasiswa islam Indonesia) yang punya
keberagaman track recor, seperti kanda Nurham Sadiq. yang kemudian tidak
mencoba atau mungkin (tidak mampu) menganalisa dampak dari pada pembangunan
atau apa kesejatian dari pada pembangunan yang terjadi di kota Bandar Madani
Parepare. Atau mungkin tulisan yang saya balas ini hanya menjadi maneuver atau
batu loncatan untuk step berikutnya dalam merajut karir politiknya di Kota
Parepare seperti senior-senior lainnya di PMII ? yah mungkin memang benar, dan
NU(rham -SA(diq)-ntara bisa menjadi kata kunci saat kampanye di masa mendatang.
Hingga berbaur bersama politisi-politisi daerah dengan kebobrokan-kebobrokan
seperti yang kutuliskan di atas.
Terakhir, (seperti apa yang terlintas dalam benak saya
setelah turun dari busway kampong melayu), tulisan yang pada dasarnya balasan
terhadap tulisan Kanda Nurham Sadiq, tidak mencoba menyudutkan dengan analisa
subjektifku, tapi hanya mencoba dan memancing diskusi kecil yang semoga
melahirkan sesuatu yang besar, entah diskusi dengan berbalas tulisan, komentar
di media social, atau mungkin disuatu waktu dan di satu tempat di kota parepare
kita bisa melanjut komunikasi.
Ket : tulisan ini dikirim via email oleh Fazlul
Rachman (Koordinator Harian: Lingkar Study Mahasiswa Parepare – Jakarta)